Makalah Mekanisasi Pertanian
KAITAN
MEKANISASI PERTANIAN DENGAN
SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
OLEH :
NAMA :
NUR FACHNI LARASATY PUTRI M
NIM :
1505102010013
JURUSAN :
AGRIBISNIS
KELAS :
01
MEKANISASI
PERTANIAN
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2016
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk
Indonesia menggantungkan hidup pada sektor pertanian, Indonesia memprioritaskan
sektor pertanian sebagai sektor utama dalam pembangunan. Pembangunan sektor ini
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi
dan pendapatan dalam usaha tani. Peningkatan produksi pertanian diharapkan sejalan
dengan peningkatan pendapatan petani yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian mempunyai kontribusi bagi
PDB nasional tahun 2012 sebesar 11,42 %. Capaian ini meningkat bila
dibandingkan dengan kontribusi sektor pertanian pada tahun 2011 yaitu sebesar
10,96 %. Produksi padi pada tahun 2012 mencapai target yang ditetapkan yaitu
sebesar 68.956.000 ton. (Kementerian Pertanian, 2013).
Secara umum sistem pertanian yang ada terdiri atas
sistem pertanian tradisional, sistem pertanian modern atau intensif dan sistem
pertanian berkelanjutan. Sistem pertanian tradisional adalah sistem pertanian
yang masih bersifat ekstensif dan tidak memaksimalkan input yang ada. Salah
satu contoh dari sistem pertanian ini adalah sistem ladang berpindah. Sistem
ini tidak sesuai lagi dengan kebutuhan lahan yang semakin meningkat akibat
bertambahnya penduduk.
Sistem pertanian modern diawali oleh program revolusi
hijau yang mengusahakan pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas baru yang
melampaui daerah adaptasi dari varietas yang ada. Varietas tanaman yang
dihasilkan merupakan varietas yang responsif terhadap pengairan dan pemupukan,
adaptasi geografis yang luas, dan resisten terhadap hama dan penyakit. Gerakan
ini diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di
Meksiko pada tahun 1950 dan padi di Filipina pada tahun 1960. Revolusi hijau
menekankan pada tanaman serealia yaitu padi, jagung, gandum, dan lain-lain.
Adanya revolusi hijau telah merubah kondisi pertanian
yang ada di Indonesia. Perubahan yang nyata adalah bergesernya praktik budidaya
tanaman dari praktik budidaya secara tradisional menjadi praktik budidaya yang
modern yang dicirikan dengan tingginya pemakaian input dan intensifnya
eksploitasi lahan. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari
penanaman
varietas unggul yang responsif terhadap pemupukan dan resisten terhadap
penggunaan pestisida dan herbisida. Berubahnya sistem pertanian ini ternyata
diikuti oleh berubahnya kondisi lahan pertanian kita yang makin hari makin
menjadi kritis sebagai dampak negatif dari penggunaan pupuk anorganik,
pestisida, dan tindakan agronomi yang intensif dalam jangka panjang (Departemen
Pertanian, 2000).
Dampak
negatif dari sistem pertanian modern dalam ekosistem pertanian antara lain
terjadinya degradasi lahan, residu pestisida dan resistensi hama penyakit,
berkurangnya keanekaragaman hayati, serta gangguan kesehatan petani akibat
pengunaan pestisida dan bahan-bahan lain yang mencemari lingkungan.
Adanya
dampak negatif dari sistem pertanian modern menuntut adanya suatu sistem
pertanian yang dapat bertahan hingga generasi berikutnya dan tidak merusak
alam. Dalam dalam dua dekade terakhir telah mulai diupayakan metode alternatif
dalam melakukan praktik pertanian yang dinilai berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan (environtmentally sound and sustainable agriculture). Salah satu
caranya adalah menggunakan konsep pertanian
berkelanjutan
(Departemen Pertanian, 2010). Menurut Agenda Riset Nasional 2010 – 2014 bidang
ketahanan pangan, sesuai dengan prioritas pembangunan dalam Kabinet Indonesia
Bersatu II, maka pembangunan bidang ketahanan pangan diarahkan untuk
meningkatkan
ketahanan
pangan dan melanjutkan revitalisasi pertanian dalam rangka mewujudkan
kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan
pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. Pada
periode 2010-2014 ditargetkan peningkatan pertumbuhan PDB sektor pertanian
sebesar 3,7% per tahun dan Indeks Nilai Tukar Petani sebesar 115-120 pada tahun
2014 (Keputusan Menteri Riset dan Teknologi, 2010).
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam aspek
ketersediaan dan produksi pangan, disamping banyak dipengaruhi oleh perubahan
cepat pada lingkungan global dan perubahan iklim, secara umum terjadi akibat
adanya dua kecenderungan utama yaitu terus bertambahnya kebutuhan pangan
seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan semakin menyempitnya lahan
pertanian karena tekanan penduduk sehingga terjadi konversi lahan untuk
berbagai kepentingan lain. Kondisi ini dipersulit pula oleh kenyataan bahwa
minat SDM untuk menekuni bidang pertanian semakin berkurang akibat rendahnya
pendapatan yang diperoleh dari usaha tani. Populasi penduduk Indonesia pada
2025 diprediksikan mencapai 273,1 juta. Apabila laju pertumbuhan penduduk
setelah tahun 2025 rata-rata 1% per tahun (tahun 2008 masih 1,175%), maka pada
tahun 2050 penduduk Indonesia akan lebih dari 340 juta jiwa. Konsekuensinya,
produksi pangan nasional perlu secara signifikan ditingkatkan agar kebutuhan
domestik dapat dipenuhi. Apabila konsumsi beras per kapita per tahun masih
sekitar 139 kg, maka untuk bisa mandiri, Indonesia harus mampu memproduksi
beras 47,26 juta ton atau sekitar 75,62 ton gabah kering giling (GKG).
(Keputusan Menteri Riset dan Teknologi, 2010).
Untuk meningkatkan produksi usahatani padi
dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan, diperlukan inovasi
teknologi berupa sistem pertanian berkelanjutan khususnya dalam budidaya padi
sawah. Keberhasilan penerapan inovasi teknologi kepada petani tidak hanya
bergantung pada penyuluh pertanian lapangan (PPL) tetapi juga ber antung kepada
petani sebagai penerima atau pelaksana dari inovasi teknolgi tersebut. Begitu
pula dalam penerapan sistem pertanian berkelanjutan pada budidaya padi sawah,
diduga tidak akan terlepas dari karakteristik sosial ekonomi petani yang
meliputi pengalaman bertani, pendidikan formal, pendidikan non formal,
pendapatan, kekosmopolitan dan status kepemilikan lahan.
Pertanian adalah salah satu jenis
kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Ada anggapan bahwa asal mula pertanian di dunia dimulai
dari asiatenggara. Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai
mengambil paneranan dalam proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturannya
untuk memenuhi kebutuhan. Tingkat kemajuan pertanian mulai dari pengumpulan dan
pemburu, pertanian primitive, pertanian tradisional, dan pertanian modern
(Admin UPI, 2012).
Sektor pertanian sebagai penunjang
utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh
dan pesat. Sektor ini juga menjadi salah satu komponen utama dalam program dan
strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Pertanian Indonesia di masa
lampau telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam
pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan
pengurangan kemiskinan secara drastis sesuai dengan triple track tujuan
pembangunan yang tertuang dalam Millennium Development Goals (MDGs). Hal ini
dicapai dengan memusatkan perhatian pada bahan-bahan pokok seperti beras,
jagung, gula, dan kacang kedelai melalui intensifikasi dan ekstensifikasi
pertanian..
Sejak dulu, kelompok masyarakat tradisional di
seluruh dunia dan juga di Indonesia telah mempunyai suatu bentuk pengetahuan
lokal/tradisional tentang pengelolaan sumber daya alam. Pengetahuan yang biasa
disebut Pengetahuan Ekologi Tradisional (Traditional Ecological Knowledge)
ini didapat dari akumulasi hasil pengamatan pada kurun waktu yang lama dan
diwariskan secara turun-temurun (Berkes et al., 2000).
Setiap kelompok masyarakat tradisional biasanya mempunyai aturan
tata guna lahan tersendiri, namun umumnya sama dalam beberapa prinsip dasar.
Sebagai kelompok masyarakat yang telah hidup lama berdampingan dengan alam
sekitarnya, mereka menyadari pentingnya kelestarian alam. Perlindungan ini
ternyata mempunyai arti penting bagi ekosistem sekitarnya, karena hutan lindung
ternyata berfungsi sebagai penjaga kekayaan sumber genetik (genepool),
sebagai habitat dari hewan liar, melindungi tanah dari erosi, untuk menjaga
mikroklimat, pelindung dari angin dan cahaya, produksi sumber humus, penyedia
pestisida alami, penyedia makanan, dan lain sebagainya (Iskandar, 1999).
Demikian juga halnya pada kelompok masyarakat yang mempunyai
sistem pertanian ladang berpindah (swidden cultivation). Biarpun
kelompok ini menjalankan sistem pertaniannya dengan membuka lahan hutan, namun
bukan berarti mereka sembarang menebang dan membabat hutan. Sistem pertanian
ladang atau perladangan telah lama dikenal masyarakat luas dan telah lama pula
dipraktekkan di berbagai negara tropis di Asia, Amerika dan Afrika, termasuk di
negara Indonesia (Conclin, 1957; Grigg, 1980; Okigbo, 1984: dalam Iskandar,
1992).
Sistem pertanian ladang memiliki karakter khusus, yaitu menggarap
lahan pertanian secara berpindah-pindah di lahan hutan. Para peladang, menebang
hutan untuk ditanami tanaman padi dan tanaman lainnya secara singkat 1-2 tahun,
lalu lahan itu diistirahatkan atau diberakan dengan waktu cukup panjang, mulai
3 tahun sampai puluhan tahun (Iskandar, 1992). Pada saat lahan diberakan,
berlangsung proses suksesi alami menuju terbentuknya hutan sekunder. Hutan
sekunder tersebut dapat dibuka kembali sebagai ladang, dan dengan demikian daur
pemanfaatan lahan untuk pertanian dimulai kembali. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa bila masa bera berlangsung cukup lama, struktur dan komposisi
hutan sekunder tersebut akan mendekati struktur dan komposisi hutan primer.
Namun ada juga data yang menunjukkan bahwa jumlah total biomasa dari hutan
sekunder membutuhkan waktu beratus-ratus tahun untuk mencapai tingkat yang
setara dengan hutan primer setelah ketersediaan kadar nutrien berkurang secara
signifikan dan siklus nutrisi serta mekanisme konservasi diganggu oleh siklus
berulang dari sistem perladangan berpindah (Juo dan Manu, 1996). Jadi dapat
dikatakan bahwa sistem perladangan ini ‘sejalan’ dengan konsep suksesi dimana
terjadi proses perubahan komunitas secara bertahap pada lahan bekas ladang
menuju suatu sistem yang stabil. Sistem yang stabil di sini dapat dianalogikan
dengan hutan primer atau hutan tua.
Selain itu,
Pertanian modern (revolusi hijau) telah membawa kemajuan pesat bagi pembangunan
pertanian khususnya dan kemajuan masyarakat pada umumnya. Indonesia pada umumnya, tidak terlepas dari rantai
kemajuan yang telah dicapai sebagai akibat pelaksanaan sistem pertanian modern.
Program pembangunan pertanian selama lebih 40 tahun (Bimas, Intensifikasi,
INSUS) berhasil meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejateraan petani,
serta martabat bangsa.
Di satu sisi,
revolusi hijau diakui bermanfaat bagi kehidupan manusia namun di sisi lain
terungkap bahwa sistem pertanian modern telah membawa konsekuensi-konsekuensi
negatif terhadap lingkungan. Penggunaan pupuk buatan, pestisida serta
praktek-praktek pertanian modern lainnya yang dilakukan tidak bijak, ternyata
memiliki andil besar terhadap kerusakan lingkungan. Kerusakan yang terjadi
antara lain dapat menyebabkan keracunan, penyakit dan kematian pada tanamn,
hewan dan manusia, menyebabkan kerusakan pada tanah, mengurangi persediaan
sumber daya alam (energi), mencemari lingkungan, selanjutnya bisa menimbulkan
malapetaka. Sehubungan dengan itu cara yang baik untuk mengatasi dampak negatif
pertanian modern adalah melalui sistem pertanian organik.
Sistem pertanian organik berorientasi pada pemanfaatan
sumber daya lokal, tanpa aplikasi pupuk buatan dan pestisida kimiawi (kecuali
bahan yang diperkenankan), sebaliknya menekankan pada pemberian pupuk organik
(alam), dan pestisida hayati, serta cara-cara budidaya lainnya yang tetap
berpijak pada peningkatan produksi dan pendapatan, serta berwawasan lingkungan
dan berkelanjutan. Cara pertanian organik prospektif contohnya dikembangkan di
Sulawesi Selatan, karena sistem budi daya seperti ini telah lama dikenal dan
dilakukan oleh masyarakat tani. Sampai kini pun masih dijumpai praktek budidaya
organik di beberapa daerah.
Produktivitas pertanian tradisional biasanya masih sangat
rendah, karena teknologi dalam kegiatan pertanian masih sangat tradisional
keberadaan pengangguran terselubung yang berarti kelebihan tenaga kerja di
sektor pertanian akan menurunkan lagi produksi rata-rata produktivitas pekerja
(Todaro, 2000). Sedangkan meningkatnya produktifitas petani modern
adalah Sistem usaha pertanian modern yang lebih dikenal sebagai agribisnis
merupakan suatu alternatif dalam perubahan usaha pertanian yang tradisional
kearah pertanian yang bukan hanya mengelola lahan dengan memanfaatkan teknologi
budidaya untuk mendapatkan produksi yang maksimal, akan tetapi sudah
menyertakan pula masukan teknologi untuk mendapatkan produk olahan dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang seoptimal mungkin.
Dengan demikian muncullah perdagangan komoditas pertanian
suatu negara akibat mengalami kekurangan komoditas pertanian dan negara yang
lain memiliki kelebihan komoditas pertanian yang kemudian melakukan transaksi
atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Dari kegiatan perdagangan
komoditas pertanian tersebut ditetapkanlah tarif dan kuota ekspor impor.
Sehingga hasil dari perdagangan internasional ini dapat meningkatkan
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu negara.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apakah pengertian pertanian?
2. Apakah pengertian sistem pertanian?
3. Apakah pengertian sistem pertanian
tradisional?
4. Apakah pengertian sistem pertanian
modern?
5. Apakah perbedaan tingkat produktifitas?
6. Apakah latar belakang perdagangan
komoditas pertanian?
7. Apakah komoditas pertanian Negara
berkembang?
8. Apakah komoditas pertanian Negara
maju?
9. Apakah pengertian tarif dan kuota?
10. Bagaimanakah keseimbangan
perdagangan internasional?
1.3 Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian pertanian
2. Pengertian sistem pertanian
3. Pengertian sistem pertanian
tradisional
4. Pengertian sistem pertanian modern
5. Perbedaan tingkat produktifitas
6. Latar belakang perdagangan komoditas
pertanian
7. Komoditas pertanian Negara
berkembang
8. Komoditas pertanian Negara maju
9. Pengertian tarif dan kuota
10. Keseimbangan
perdagangan internasional
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat
Sistem pertanian tradisional
A.
Pengertian Pertanian
Pertanian
merupakan aktivitas ekonomi yang utama dan terbesar di Indonesia.
Penerapan sistem pertanian pada masa orde baru dilakukan dengan pencanangan
Revolusi Hijau. Adanya dampak negatif dari penerapan revolusi Hijau tersebut,
maka para ahli/pakar mulai memikirkan solusi lain untuk mengganti Sistem
Pertanian Revolusi Hijau tersebut. Hal ini ditandai dengan adanya konsep pembangunan
berkelanjutan. Salah satu konsep pembangunan berkelanjutan dalam bidang
pertanian yaitu adanya ‘Agenda 21 Indonesia’. Yang memuat tentang Pengembangan
Pertanian dan Pedesaan Berkelanjutan. Sehingga kemudian berkembang sistem
pertanian organik yang dikembangkan oleh sebagian petani.
Menurut Sanganatan (1989) bahwa
Istilah umum “pertanian” berarti kegiatan menanami tanah dengan tanaman yang
nantinya menghasilkan suatu yang dapat dipanen, dan kegiatan pertanian
merupakan campur tangan manusia terhadap tetumbuhan asli dan daur hidupnya.
Dalam pertanian modern campur tangan ini semakin jauh dalam bentuk masukan
bahan kimia pertanian, termasuk: pupuk kimia, pestisida dan bahan pembenah
tanah lainnya. Bahan-bahan tersebut mempunyai peranan yang cukup besar dalam
meningkatkan produksi tanaman. Akan tetapi dua istilah “pertanian alami” dan
“pertanian organik” kita kaji lebih mendalam, maka pengertiannya akan berbeda.
Istilah yang pertama “pertanian
alami” mengisyaratkan kEkuatan alam mampu mengatur pertumbuhan tanaman, sedang
campur tangan manusia tidak diperlukan sama sekali. Istilah yang kedua
“pertanian organik” campur tangan manusia lebih insentif untuk memanfaatkan
lahan dan berusaha meningkatkan hasil berdasarkan prinsip daur-ulang yang
dilaksanakan sesuai dengan kondisi setempat (Sutanto, 1997).
Pertanian adalah salah satu jenis
kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Ada anggapan bahwa asal mula pertanian di dunia dimulai dari asia
tenggara. Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai mengambil
paneranan dalam proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturannya untuk
memenuhi kebutuhan. Tingkat kemajuan pertanian mulai dari pengumpulan da
pemburu, pertanian primitive, pertanian tradisional, dan pertanian modern
(Admin UPI, 2012).
Sedangkan menurut Banoewidjojo
(1983) pertanian dalam arti luas yaitu semua kegiatan usaha dalam reproduksi
fauna dan flora tersebut, yang dibedakan ke dalam 5 sektor, masing-masing
pertanian rakyat, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Dalam arti
sempit yaitu khusus pertanian rakyat.
Pertanian merupakan bagian
agroekosistem yang tak terpisahkan dengan subsistem kesehatan dan lingkungan
alam, manusia dan budaya saling mengait dalam suatu proses produksi untuk kelangsungan
hidup bersama (Karwan A. Salikin).
B. Pengertian
Sistem Pertanian (Agrosistem)
Sistem Pertanian (Agrosistem) adalah
sekumpulan komponen yang disatukan oleh suatu bentuk interaksi dan saling
ketergantungan pada suatu batas tertentu, untuk mencapai tujuan pertanian bagi
pihak-pihak yang terlibat. Sistem pertanian (farming system) adalah pengaturan
usaha tani yang stabil, unik dan layak yang dikelola menurut praktek yang
dijabarkan sesuai lingkungan fisik, biologis dan sosio ekonomi menurut tujuan,
preferensi dan sumber daya rumah tangga.
Sistem pertanian semakin tergantung pada input-input luar
sebagai berikut: kimia buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi
dengan pemanfaatan bahan bakar minyak dan juga irigasi. Konsumsi terhadap sumber-sumber
yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi dan fosfat sudah dalam
tingkat yang membahayakan. Bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan akan produk
pertanian, maka teknologi baru untuk pengembangan varietas baru, seperti
jagung, padi, gandum serta tanaman komersial lainnya juga nampak semakin
menantang. Namun demikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak
seimbang, bisa menimbulkan dampak besar, bukan hanya terhadap ekologi dan
lingkungan, tetapi bahkan terhadap situasi ekonomi, sosial dan politik
diantaranya dengan adanya ketergantungan pada impor peralatan, benih serta
input lainnya. Akibat selanjutnya adalah menyebabkan ketidakmerataan antar
daerah dan perorangan yang telah memperburuk situasi sebagian besar petani
lahan sempit yang tergilas oleh revolusi hijau (Reijntjes, Haverkort, dan
Bayer, 1999).
Pengertian pertanian meliputi
sekelompok sistem yang terdiri dari 16 level.
Klasifikasi
sistem
1. Sistem Alam
(Natural System)
·
Terdiri dari bahan fisik dan biologis, serta hubungan
di antaranya dalam dunia yang membentuk kehidupan dasar.
·
Fenomena dalam agrosistem : batuan membentuk tanah,
tanah; tanam bergantung pada tanah; binatang bergantung pada tanaman, dst.
·
Untuk memahami sistem alam -> menggandakan sistem
alam -> menghasilkan sistem buatan
2. Sistem
Sosial (Social System)
·
Terdiri dari entitas yang membentuk populasi, yang
berupa institusi atau mekanisme sosial
·
Ada hubungan antara individu, kelompok, komunitas
secara langsung atau melalui media institusi, dan bukan hubungan antar benda
mati.
·
Fokus perhatian pada sistem sosial manusia dalam
hubungannya dengan agrosistem.
·
Istilah sistem sosial digunakan lebih luas, termasuk
institusi dan hubungan-hubungan ekonomi, sosial, religius dan politik.
3. Sistem Buatan
(Artificial System)
·
Tak muncul secara alami. lSistem buatan adalah kreasi
manusia untuk tujuan melayani manusia.
·
Seluruh sistem buatan, termasuk sistem pertanian
disusun oleh salah satu atau kedua elemen :
1. Elemen yang
diambil dari salah satu atau kedua-duanya berasal dari sistem order dua level
lebih tinggi, yaitu pada level divisi (sistem alam dan sistem sosial)
2. Elemen yang
disusun atau ditujukan untuk penggunaan spesifik oleh setiap sistem buatan.
C. Klasifikasi sistem menurut jenis-jenisnya
Sistem
eksplisit dan sistem implisit
Sistem
eksplisit :
- Elemen sistem teridentifikasi dan terdefinisi
- Hubungan antar elemen bersifat formal
kuantitatif, berupa hubungan matematis
- Pakar pertanian dan ekonomi yang membahas tentang
pertanian biasanya berhubungan dengan sistem eksplisit order level 1 –
10. Petani sendiri jarang memperhatikan sistem eksplisit, tetapi
hanya sistem sederhana, atau bagian tertentu saja.
Sistem
implisit :
- Sistem hanya melihat elemen utama atau kritis
- Hubungan yang ada hanya hubungan utama atau
sangat relevan
- Elemen dan hubungan tersebut tak dicatat secara
formal, tak dianalisa dan tak dievaluasi.
- Petani pada umumnya berhubungan dengan sistem
implisit. Pada petani tradisional untuk order 1-10. Pada petani
modern, bekerja lebih formal dan sistem eksplisit, seperti buku catatan
usaha tani, anggaran tanaman.
- Sistem manajemen pertanian muncul secara implisit
Sistem
diskriptif dan sistem operasional
Sistem
diskripstif
·
Biasanya
untuk memfasilitasi pemahaman suatu organisasi, struktur atau operasi suatu
proses yang produktif.
- Contoh (1) : penyusunan anggaran input output
petani untuk memahami potensi tanaman baru. Berdasarkan hasil ini,
petani mungkin akan menyusun rencana lebih detail (sistem operasional)
tentang bagaimana mendapatkan pengelolaan terbaik.
- Contoh (2) : menteri pertanian menyusun diagram
alir sebuah komoditas mulai dari farm hingga ke konsumen.
Sistem
operasional
- Sistem yang disusun oleh manajer atau analist
sebagai dasar penyusunan rekomendasi yang bertujuan untuk meningkatkan
kinerja sistem.
Pendekatan
dalam klasifikasi sistem:
- Purposeful
or non-purposeful
- Static
or dynamic
- Open or
closed
- Abstract
or concrete
- Deterministic
or stochastic
D. Pengertian
Sistem Pertanian Tradisional
Sistem pertanian tradisional adalah
sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan tidak memaksimalkan input yang ada. Sistem
pertanian tradisional salah satu contohnya adalah sistem ladang berpindah. Sistem ladang berpindah telah tidak sejalan lagi
dengan kebutuhan lahan yang
semakin meningkat akibat bertambahnya penduduk. Sistem pertanian ini
merupakan sistem yang dimulai sejak manusia memilih mulai menetap dan berladang
pada sau lokasi saja. Pada sistem ini teknologi pertaniannya tergolong sangat
rendah karena hanya menggunakan peralatan pertanian yang masih sederhana dan
belum berkembang. Selain itu, pertanian tradisional ini masih sangat bersahabat
dengan alam, arif dan mendukung ekosistem, hal ini karena petani masih
membiarkan berbagai macam hewan tetap hidup sehingga ketersediaan rantai
makanan untuk flora dan fauna yang hidup didalamnya terjaga. Maka dengan
demikian pengendaian OPT nya masih tergolong arif.
Pertanian tradisional bersifat tak menentu. Keadaan ini bisa
dibuktikan dengan kenyataan bahwa manusia seolah-olah hidup di atas tonggak.
Pada daerah-daerah yang lahan pertaniannya sempitdan penanaman hanya tergantung
pada curah hujan yang tak dapat dipastikan, produk rata-rata akan menjadi sangat
rendah, dan dalam keadaan tahun-tahun yang buruk, para petani dan keluarganya
akan mengalami bahaya kelaparan yang sangat mencekam. Dalam keadaan yang
demikian, kekuatan motivasi utama dalam kehidupan para petani ini barangkali
bukanlah meningkatkan penghasilan, tetapi berusaha untuk bisa mempertahankan kehidupan keluarganya.
Pada Pertanian tradisional biasanya lebih ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup para petani dan tidak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
petani, sehingga hasil keuntungan petani dari hasil pertanian tradisional tidak tinggi, bahkan ada yang sama sekali
tidak ada dalam hasil produksi pertanian.
Sebenarnya pertanian tradisional merupakan pertanian yang
akrab lingkungan karena tidak memakai pestisida. Akan tetapi produksinya tidak
mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus bertambah.
Untuk mengimbangi kebutuhan pangan tersbut, perlu diupayakan peningkatan
produksi yang kemudian berkembang sistem pertanian konvensional (Pracaya,
2007).
Dalam pertanian tradisional, produksi pertanian dan konsumsi
sama banyaknya dan hanya satu atau dua macam tanaman saja (biasanya jagung atau
padi) yang merupakan sumber pokok bahan makanan. Produksi dan produktivitas
rendah karena hanya menggunakan peralatan yang sangat sederhana (teknologi yang
dipakai rendah). Penanaman atau penggunaan modal hanya sedikit sekali,
sedangkan tanah dan tenaga kerja manusia merupakan faktor produksi yang
dominan.
Pada tahap ini hukum penurunan hasil (law of diminshing
return) berlaku karena terlampau banyak tenaga kerja yang pindah bekerja di
lahan pertanian yang sempit. Kegagalan panen karena hujan dan banjir, atau
kurang suburnya tanah, tindakan pemerasan oleh oara rentenir merupakan hal yang
sangat ditakuti para petani.
Sistem pertanian ladang berpindah sebagai salah satu bentuk
pengetahuan ekologi tradisional telah lama dikenal masyarakat luas dan telah
lama pula dipraktekkan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Baduy
merupakan salah satu kelompok masyarakat tradisional di Indonesia yang menerapkan
sistem tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat implikasi ekologis dari
aturan-aturan adat suku Baduy yang terkait dengan sistem tata guna lahan dan
sistem pertanian ladang berpindah terhadap kondisi ekosistem. Hal tersebut
dilakukan dengan cara membandingkan struktur dan komposisi vegetasi serta
kondisi faktor-faktor lingkungan dari beberapa tahapan suksesi komunitas
sekunder (reuma) dengan komunitas hutan tua (leuweung kolot) di Kawasan Adat
Baduy, Desa Kanekes, Banten. Dilakukan analisis vegetasi dengan metode kuadrat
dan pengukuran faktor lingkungan pada 8 tapak reuma dan 1 tapak hutan tua
(leuweung kolot). Parameter yang diukur dalam analisis vegetasi adalah
kerapatan, kerimbunan dan frekuensi kemunculan tiap spesies. Sedangkan parameter
yang diukur dalam pengukuran faktor lingkungan adalah faktor fisik (suhu dan
kelembaban) dan kandungan nutrisi tanah (mineral, organik dan tekstur). Jumlah
total spesies yang ditemukan adalah sebanyak 264 spesies yang terdiri dari 119
spesies pohon dalam 38 famili, 39 spesies perdu (termasuk liana) dalam 20
famili, dan 83 spesies herba (termasuk paku) dalam 43 famili. Hasil pengukuran
parameter vegetasi memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan dari struktur
dan komposisi vegetasi antara leuweung kolot dan seluruh tapak reuma.
ü Pertanian Tradisional berdasarkan fungsi dasar Ekonomi
Dalam pertanian tradisional biasanya
menggunakan prinsip yang mana pertaniaan tradisional hanya untuk memenuhi
kebutuhan dalam hidupnya sekarang, misalnya pada masyarakat bercocok tanam
tanaman padi yang mana hasil padi yang telah di produksi dan diolah menjadi
beras kemudian di konsumsi oleh keluarganya, sehingga terus berjalan
kelangsungan hidupnya.
Kemudian ciri dari pertanian tradisional
yaitu masih berpaku dan berharap pada alam yang mana ketika masyakrakat menanam
suatu tanaman dengan pertanain tradisional maka hasilnya akan tergantung pada
proses alam.
Pada sistem pertanian
terdapat beberapa evaluasi terhadap aspek ekonomi. Pertanian tradisional jika
dilihat dari aspek ekonomi antara lain:
Ø Penggunaan teknologi yang belum berkembang.
Dalam hal ini biasanya
pada pertanian tradisional menggunakan alat atau teknologi yang masih rendah
atau belum berkembang.Yang mana hal ini dapat memperlambat hasil yang di
produksi dan akan membuang waktu dlaam proses bercocok tanam. Misalnya pada
sistem tradisional masyarakat untuk membajak sawah masih menggunakan kerbau hal
ini masih kurang efisiensi dalam pemanfaatan waktu dan tenaga.Akan tetapi dari
sektor ekonominya lebih rendah dan minim pengularan untuk mengelolah lahan
untuk menghasilkan produk.
Ø Tenaga kerja yang masih banyak digunakan
Untuk pertanian
tradisional biasanya diguanakan lebih banyak dalam menggelolah lahan pertanian
untuk menghasilkan produksi. hal ini dikarenakan masih minimnya teknologi yang
ada sehingga pelaksanaan menggunakan SDM (sumber daya manusia) yang ada.
Sebagai contoh dalam hal panen tanaman tebu yang mana digunakan tenaga kerja
manusia dalam proses penebangan,kemudian contoh lain proses perontokan helai
padi yang masih menggunakan tenaga manusia untuk melakukan walaupun saat ini
mulai ada teknologi yang membantu merontokan helai padi. Hal ini mencerminkan
bahwa pertanian tradisional masih tergantung dengan Sumber Tenaga Manusia yang
ada,akan tetapi dari sektor ekonominya lebih murah.
Ø Modal yang dipakai masih sedikit
Dalam hal ini modal
dalam pengelolahan produksi pertanian masih sedikit karena kebutuhan yang
dibuat tidak terlalu membutuhkan modal lebih .Biasanya juga hanya butuh modal
untuk pembayaran tenaga kerja dan lain-lain yang rata-rata minim.
Ø Hasil produksi yang masih kurang terjangkau
Dalam
pertanian tradisional sering hasil yang di produksi hanya sebatas untuk di
konsumsi keluarga maupun masyarakat golongan.Hal ini dikarenakan masih minimnya
cara budidaya tanaman sehingga produk yang dihasilkan masih rendah.
ü Pertanian tradisional
berdasarkan fungsi dasar Ekologi
Dalam pertanian tradisional untuk mengolah hasil produk pertanian masih
tergantung dengan alam/ekologi sekitar. Dikarenakan dalam proses pertanian
tradisional produknya hanya untuk memeunhi konsumsi petaninya,bukan untuk
mencari keuntungan besar.
Adapun dampak positif yang terjadi dari pertanian tradisional yaitu:
Ø Pelestarian
alam yang masih terjamin dan terus berkembang.
Yang mana pelestarian alam terus berjalan karena proses ini berjalan dan
akan bisa memproduksi dengan rata-rata konstan untuk musim-musim kedepannya.
Ø Tidak adanya
kerusakan ataupun pencemaran yang terjadi
Proses pertanian tradisional terjadi
tampa adaya perusakan ekosistem yang ada sekitar maupun tampa pencemaran yang
bisa mengakibatkan penurunan hasil produktivitas pengolahan pertanian.
ü Pertanian tradisional berdasarkan fungsi dasar Sosial
Dalam
pertanian tradisional terjadi hubungan yang erat antar sesama dikarenakan dalam
proses pertanian tradisional menjunjung tinggi tolong menolong dan gotong
royong, apalagi dengan sistem tradisional yang menyebakan antar petani salaing
membutuhkan dan membantu untuk menghasilkan produktivitas pertanian yang telah
di olah.
a. Kelebihan
Dan Kekurangan Pertanian Tradisional
Kelebihan
pertanian tradisional yaitu :
1. Lebih ramah
lingkungan
2. Dapat
melestarikan budaya asli pedesaan yang umumnya sering berkaitan dengan ritual
dalam pertanian
Kelemahan
pertanian tradisional yaitu :
1. Membutuhkan
tenaga kerja yang banyak
2. Sangat
tergantung pada iklim.
3. Selalu
berpindah-pindah tempat budidaya tanaman
A. Pengertian
Pertanian Modern
Pertanian modern adalah pola pertanian dengan menggunakan
alat-alat canggih dan dengan skala
besar. Pertanian modern harus menggunakan peralatan modern. Aplikasi pertanian modern
yang telah terlaksana seperti pertanian gandum, pertanian padi, pertanian
anggur. Pertanian
modern bertujuan untuk memutus ketergantungan petani terhadap input eksternal
dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya agraria. Pertanian modern merupakan
tahapan penting dalam menata ulang struktur agraria dan membangun sistem
ekonomi pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam kerangka
pembaruan agraria.
Pelaksanaan pertanian modern
bersumber dari tradisi pertanian keluarga yang menghargai, menjamin dan
melindungi keberlanjutan alam untuk mewujudkan kembali budaya pertanian sebagai
kehidupan. Oleh karena itu, SPI mengistilahkannya sebagai “Pertanian modern
berbasis keluarga petani”, untuk membedakannya dengan konsep pertanian organik
berhaluan agribisnis. Pertanian modern merupakan tulang punggung bagi
terwujudnya kedaulatan pangan (Serikat Petani Indonesia, 2008).
Pertanian modern meliputi
komponen-komponen fisik, biologi dan sosio ekonomi. Pertanian
modern direpresentasikan dengan sistem pertanian yang melaksanakan
pengurangan input bahan-bahan kimia, mengendalikan erosi tanah dan
gulma, serta memelihara kesuburan tanah. Pertanian modern
memiliki konsep dasar yaitu mempertahankan ekosistem alami lahan pertanian
yang sehat, bebas dari bahan-bahan kimia yang meracuni lingkungan. Dalam
pertanian modern terdapat komponen dasar agroekosistem baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang, dimana komponen dasar agroekosistem tersebut
memadukan antara produktivitas (productivity), stabilitas (Stability),
Pemerataan (equlity).
Pertanian modern merupakan suatu
ajakan moral untuk berbuat kebijakan pada lingkungan Sumber Daya Alam dalam
usaha pertanian dengan mempertimbangkan 3 aspek, yaitu:
a. Kesadaran
Lingkungan (Ecologically Sound), sistem budidaya pertanian tidak boleh
menyimpang dari sistem ekologis yang ada. Keseimbangan lingkungan adalah
indikator adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismenya
dikendalikan oleh hukum alam.
b. Bernilai
ekonomis (Economic Valueable), sistem budidaya pertanian harus mengacu pada
pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain, untuk jangka
pandek dan jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem ekologi maupun
diluar sistem ekologi. Sumber daya alam terlanjutkan (tidak tereksploitasi).
c. Berwatak
sosial atau kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus selaras
dengan norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi oleh
masyarakat setempat. (Lisa navita)
Pertanian intensif merupakan cara
bertani yang memanfaatkan inovasi teknologi dengan penggunaan input yang banyak
dengan tujuan memperoleh output yang lebih tinggi dalam kurun waktu yang
relatif singkat. Pertanian intensif dapat disebut sebagai pertanian modern.
Ciri Pertanian Modern (Intensif) adalah penggunaan bibit unggul, aplikasi pupuk
buatan, pestisida, penerapan mekanisasi pertanian dan pemanfaatan air irigasi.
Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumberdaya alam yang tak terbaharui dalam
jumlah besar seperti minyak dan gas bumi, fosfat dan lain-lain, sehingga butuh
modal yang besar pula. Sistem pertanian seperti ini telah berkembang sedemikian
rupa di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia dan dirasakan sangat
bermanfaat dalam rangka peningkatan produksi berbagai komoditas pertanian guna
memenuhi kebutuhan manusia. Hasil kemajuan teknologi melalui pertanian modern
begitu spektakuler dan mengesankan, sehingga fenomena tersebut dipandang
sebagai “Revolusi Hijau”.
Secara umum Revolusi Hijau merupakan
peralihan dari metode pertanian tradisional menjadi teknologi pertanian modern.
Peralihan tersebut terutama dalam penggunaan dalam fertilizer, irigasi dan
perbaikan bibit secara genetical. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan hasil
pertanian di daerah yang penghasil pangannya masih rendah, terutama di
negara-negaraberkembang yang dimulai tahun 60-an. Pada akhirnya Revolusi Hijau
menghantarkan Indonesia sebagai negara swasembada beras dan tidak lagi sebagai
negara pengimpor berasterbesar
dengan pangsa produksi yaitu sebesar 38,138 juta ton GKG (Gabah Kering
Giling)/23,44 juta ton beras dengan tingkat produktivitas rata-rata 2,66
ton/ha.
Berdasarkan uraian Rigg (62-63) terdapat dua isu
kritik terhadap pelaksanaan Revolusi Hijau, yaitu isu yang berkaitan dengan
kerusakan ekologi dan isu yang berkaitan dengan adanya kesenjangan antara
petani kaya dan petani miskin dalam penguasaan teknologi, termasuk hasil
produksi dan pendapatannya. Berdasarkan pada pendapat Rigg tersebut, maka
dampak negatif Revolusi Hijau dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu sebagai berikut :
ü Dampak Negatif Terhadap Kondisi
Sosial-Ekonomi
Kehidupan petani menjadi terombang-ambing
dan tidak berdaya karena fluktuasi-fluktuasi harga pasar, terutama harga
hasil panen dan saprodi.
ü Dampak Terhadap Kondisi Ekologis
Penggunaan bibit unggul, pupuk obat-obatan
kimia secara over dosis akan menyebabkan adanya dampak negatif terhadap kondisi
ekologis atau terjadinya kerawanan ekologis.
Pada sistem pertanian modern juga cenderung
mempraktekkan pola monokultur. Di satu sisi praktek tersebut meningkatkan
produksi komoditas tertentu, akan tetapi di sisi komoditas alternatif
yang sekitarnya dapat diproduksi menjadi nihil. Pertanian organik
merupakan alternative kerena dianggap ekonomis, ekologis, dan lebih banyak
memberikan nutrisi. Lebih ekonomis karena semakin mahalnya sarana dan prasarana
pertanian konvensional (seperti harga pupuk kimia, bibit unggul dan lainnya).
Pertanian organik lebih menjaga ekologis karena tidak terdapat limbah
unsure-unsur kimia yamg mencemari lingkungan. Pertanian organic juga lebih
banyak mengandung nutrisi, karena berdasarkan hasil penelitian, makanan yang
bersal dari tanaman yang dikelola secara alami ternyata lebih banyak mengandung
nutrisi
Modernisasi Pertanian, Sejak
awal dikembangkannya pertanian di bumi ini, konsep pertamanya adalah pemenuhan
kebutuhan pangan manusia. Dicarilah berbagai cara agar supaya pangan yang ada
di dunia ini tetap lestari dan tidak habis. Kehidupan purba memulainya dengan
ditandainya perubahan pola hidup dari berladang dan berpindah menjadi menetap
di suatu daerah. Pada konsep awal ini, pertanian menjadi sektor dasar yang
merupakan pijakan dari sektor-sektor lain karena ini memang suatu ‘fitrah’ dari
sektor berbasis sumber daya seperti pertanian. Hal ini menyebabkan
pertanian terintegrasi cukup baik ke dalam kebijakan ekonomi makro. Oleh karena
itu, pada tataran konsep dasar ini, pertanian bisa berkembang pesat. Bahkan
negara-negara yang memiliki basis sumber daya kuat seperti Indonesia bisa
mencapai swasembada pangan. Dalam Arifin (2004), Pada era 1970-an Indonesia
cukup berhasil membangun fondasi atau basis pertumbuhan ekonomi yang baik
setelah pembangunan pertanian terintegrasi cukup baik ke dalam kebijakan
ekonomi makro. Hasil besar yang secara nyata yang dirasakan langsung oleh
masyarakat banyak adalah terpenuhinya kebutuhan pangan secara mandiri
(swasembada) pada pertengahan 1980-an.
Kemudian, konsep selanjutnya mulai
berkembang, yaitu konsep pemuliaan spesies pertanian yang mencari
varietas-varietas yang memiliki keunggulan tersendiri dan lebih menguntungkan
manusia. Konsep ini muncul sebagai bagian dari peningkatan kualitas setelah
adanya peningkatan kuantitas dari konsep pertama. Didapatlah varietas-varietas
dengan keunggulan tertentu, seperti enak rasanya, banyak hasil panennya dalam
sekali masa tanam, menghasilkan daging atau susu yang banyak dan berkualitas,
dan tahan terhadap hama dan penyakit.
Kedua konsep ini dapat dikatakan
sebagai konsep dasar pertanian yang walau berubah seperti apapun kehidupan di
muka bumi ini, kedua konsep akan terus dipakai.
Kini, konsep pertanian modern bukan
hanya membahas usaha untuk pemenuhan kebutuhan pangan manusia dan pemuliaan
spesies pertanian, tetapi sudah lebih ke arah bagaimana cara optimalisasi
usahatani untuk menghasilkan bahan pangan yang bermutu, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Di dalamnya juga termasuk usaha peningkatan teknologi
pertanian agar pertanian berjalan lebih efektif dan efisien. Inilah
perkembangan konsep pertanian selanjutnya. Konsep ini merupakan penggabungan
dari dua konsep awal yang terkesan berjalan sendiri-sendiri Pada awalnya
terlihat kurang adanya keterkaitan yang erat antara riset dan pengembangan
teknologi pertanian dengan peningkatan hasil panen di lapangan. Seiring
berjalannya waktu mulai ada harmonisasi keduanya dan hal ini sudah mulai
terlihat di tahun 2008 ini. Triwulan II 2008 ini PDB sektor pertanian meningkat
5,1% dari Triwulan I. Hal ini seiring dengan tingginya nilai ekspor hasil
pertanian periode Januari-Juni 2008 yang meningkat 50,13% dibanding periode
yang sama tahun lalu. Inilah bukti dari optimalisasi usahatani di Indonesia
berhasil. Tingginya nilai ekspor hasil pertanian indonesia juga menandakan
bahwa kualitas produk pertanian kita sudah sesuai dengan standar kualitas
internasional. Baiknya kualitas dan kuantitas produk pertanian Indonesia
merupakan hasil dari konsep pertanian modern yang diterapkan di Indonesia.
Konsep optimalisasi usahatani ini
dijabarkan oleh sebuah sistem terpadu yang mampu melingkupi semua sektor,
termasuk industri, dan mengaitkannya menjadi sebuah rantai perekonomian
Indonesia. Sistem ini merupakan penerapan dari konsep pertanian modern, yaitu
agribisnis. Sistem agribisnis merupakan sistem yang terdapat keterkaitan erat
antar subsistem agribisnis mulai dari hulu hingga jasa penunjang dan menopang
satu sama lain. Sistem agribisnis merupakan konsep yang lebih konkrit dan
komprehensif untuk pengembangan sektor pertanian ke arah yang lebih baik.
Dengan adanya sistem ini, pengembangan komoditas-komoditas pertanian Indonesia
pun menjadi lebih fokus karena setiap komoditas memiliki subsistem agribisnis
yang berbeda-beda. Sistem ini juga mampu menggerakkan pemerintah untuk lebih
giat mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap pertanian rakyat dan dunia
perbankan agar lebih ‘ramah’ terhadap petani dalam hal kredit karena keduanya
masuk sebagai salah satu subsistem agribisnis, yaitu subsistem jasa penunjang
yang bergerak bersama-sama subsistem yang lainnya.
Setelah perjuangan penuh manusia
untuk merancang konsep pertanian modern untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
tanpa batas, kini berkembang lagi konsep pertanian baru yang semakin
menunjukkan kebutuhan manusia yang tanpa batas. Pengembangan sektor pertanian
ke arah yang lebih lanjut adalah untuk usaha pemenuhan energi. Sumberdaya
alam yang semakin terbatas, terutama sumber energi, membuat manusia
kembali mengandalkan pertanian sebagai penghasil sumber energi
alternatif. Belakangan sudah dikembangkan biofuel di Brazil dengan
memanfaatkan tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas) dan sudah mulai
dikembangkan pula oleh negara lain.
Semua hal diatas mengenai konsep
pertanian berhubungan erat dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang tanpa batas.
Padahal, sumber daya yang tersedia sudah pasti ada batasnya dan suatu
saat akan habis. Untuk kepentingan yang sangat vital inilah sektor pertanian
kini sudah terpolitisasi. Apalagi di Indonesia yang mayoritas warganya berlatar
belakang pertanian atau berhubungan dengan sektor pertanian.
Pangan pada hakikatnya akan selalu
dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, sektor
pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu negara. Tabiat
manusia yang kebutuhannya tanpa batas harus dikendalikan semaksimal mungkin
karena alam memiliki keterbatasan. Jika hal itu tidak sesegera mungkin
dilakukan, bukan tidak mungkin manusia akan punah sebelum waktu yang
ditentukan-Nya.
B. Menuju
Pertanian Modern
Pertanian modern meliputi pertanian organik, hidroponik,
holtikultura, dll. Metode ini akan dapat membawa keuntungan bagi para petani
dengan banyak cara. Salah satu contoh pertanian modern adalah pertanian
organik. Menghidupkan kembali kearifan lokal seperti ritual tanam,
kalender musim/ pronoto mongso, kecocokan tanaman dengan karakteristik petani
dan kondisi topografi/geografi setiap daerah
seharusnya tidak dilupakan pertanian organik. Kearifan lokal dengan
berbagai ragam pengetahuan manusia dihapus oleh pertanian modern, menjadi
hanya satu pola bentuk pertanian. Bibit lokal, kearifan pengetahuan pertanian
lokal dicap “primitif” oleh penggiat pertanian modern. Julukan primitif ini
diikuti promosi besar-besaran jenis padi hibrida unggul, tahan
terhadap segala jenis penyakit dan hama, produksi lebih
tinggi, dan waktu panen yang cepat.
Praktik pertanian organik seharusnya
membawa perubahan mendasar dalam kehidupan sosial yang dulu pernah ada dan
hidup dikomunitas pedesaan. Dulu, hubungan antara pemilik tanah
dan penggarap tidak hanya didasarkan pada ikatan ekonomis
saja, tetapi mereka juga menjalin hubungan yang mengandung ikatan
solidaritas sosial. Contohnya, bila salah seorang keluarga
petani ditimpa musibah atau gagal panen, maka beban ini ditanggung oleh
anggota komunitas yang lain, termasuk oleh pemilik tanah. Solidaritas
masyarakat desa ini pulalah yang mencegah dan menyelamatkan
keluarga-keluarga petani miskin dari bencana kelaparan yang disebabkan oleh
kerawanan ekologis. Apabila pendekatan pertanian organik tidak holistik, maka
pertanian organik tidak ubahnya seperti revolusi hijau.
C. Sistem
Pertanian Modern
Pertanian modern yang bertumpu pada
pasokan eketernal berupa bahan-bahan kimia buatan
(pupuk dan pestisida), menimbulkan kekhawatiran berupa
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup,
sedangkan pertanian tradisional yang bertumpu pada pasokan internal
tanpa pasokan eksternal menimbulkan kekhawatiran berupa rendahnya tingkat
produksi pertanian, jauh di bawah kebutuhan manusia. Kedua hal ini yang
dilematis dan hal ini telah membawa manusia kepada pemikiran untuk tetap
mempertahankan penggunaan masukan dari luar sistem pertanian itu, namun tidak
membahayakan kehidupan manusia dan lingkungannya (Mugnisjah, 2001). Pertanian
modern dikhawatirkan memberikan dampak pencemaran sehingga
membahayakan kelestarian lingkungan, hal ini dipandang sebagai suatu
krisis pertanian modern.
Sebagai alternatif penanggulangan
krisis pertanian modern adalah penerapan pertanian organik. Kegunaan budidaya
organik menurut Sutanto (2002) adalah meniadakan atau membatasi kemungkinan
dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi. Pemanfaatan pupuk
organik mempunyai keunggulan nyatadibanding dengan pupuk kimia. Pupuk organik
dengan sendirinyamerupakan keluaran setiap budidaya pertanian, sehingga
merupakan sumber unsur hara makro dan mikro yang dapat dikatakan cuma-cuma.
Pupuk organik berdaya amliorasi ganda
dengan bermacam-macam proses yang saling mendukung, bekerja menyuburkan
tanahdan sekaligus menkonservasikan dan menyehatkan ekosistem tanah serta
menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan demikian
penerapan sistem pertanian organik pada gilirannya akan menciptakan
pertanian yang berkelanjutan.
Dunia pertanian modern adalah dunia
mitos keberhasilan modernitas. Keberhasilan diukur dari berapa banyaknya hasil
panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap maju. Di
Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi
Hijau, sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi
pertanian dengan menggunakan teknologi modern.
ü Pertanian
modern berdasarkan fungsi dasar Ekonomi
Penerapan
pertanian organik, memberikan manfaat bagi masyarakat dalam upaya pemberdayaan
ekonomi rakyat antara lain :
a.
Produksi pertanian organik jauh
dibawah hasil produksi sistem konvensional
Adanya
perbedaan hasil ini mencerminkan adanya perbedaan teknik bercocok tanam dan
pengalaman petani. Industri pangan organik berkembang sangat cepat sementara
petani belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk menerapkan
sistem pertanian organik yang benar. Perbedaan hasil juga seringkali bergantung
pada jenis tanaman yang diusahakan. Beberapa hasil penelitian di kawasan Timur
Canada menunjukkan bahwa hasil gandum organik adalah 75% lebih rendah dibanding
dengan gandum konvensional. Pada kasus cuaca yang tidak normal, misalnya musim
kering yang panjang, maka produktivitas pertanian organik biasanya lebih tinggi
dibanding pertanian konvensional. Di samping itu, pertanian organik juga
relative lebih tahan terhadap gangguan hama dan penyakit.
b.
Minimnya akses transportasi pada
lokasi-lokasi yang memenuhi syarat untuk budidaya pertanian organik
Minimnya
akses transportasi disebabkan karena daerah yang memenuhi syarat untuk budidaya
pertanian organik adalah daerah yang minim pencemaran lingkungan. Hal ini
menimbulkan beberapa implikasi lanjutan antara lain : (a). sulitnya
mendistribusikan bahan input atau sarana produksi pertanian seperti pupuk dan
pestisida organik, benih, dan peralatan kerja; (b). sulitnya membawa
hasil/produk pertanian organik dari lahan ke pasar; (c). mahalnya biaya untuk
transportasi dari dan ke lokasi budidaya pertanian organik.
c.
Pertanian modern memerlukan biaya
produksi relatif lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional
Khususnya
untuk penyediaan input produksi pertanian konvensional memiliki biaya produksi
lebih tinggi daripada pertanian modern. Dalam pertanian modern pembelian pupuk
dan pestisida sintetis tidak diperlukan lagi. pengendalian gulma dilakukan
secara mekanis. Pengolahan tanah untuk pengendalian gulma setelah tanaman
tumbuh dilakukan dengan cara minimal. Banyak orang berpendapat bahwa
pengendalian gulma akan meningkatkan frekuensi pengolahan tanah dan juga biaya.
Dalam prakteknya, ternyata tidaklah demikian. Dengan perbaikan struktur tanah
dan praktek pengelolaan yang baik, pertanian modern justru meminimalkan
pengolahan tanah, atau lebih sedikit, dibanding pertanian konvensional.
d.
Pendapatan petani modern sedikit
lebih besar dibanding dengan petani konvensional
Secara umum,
biaya produksi lebih rendah dan pendapatan lebih besar (karena premium
price). Industri organik berubah sangat cepat sehingga mempengaruhi
ketidakstabilan harga. Sebagai contoh, adanya harga tinggi pada satu jenis
komoditi telah mendorong banyak petani menanam komoditi yang sama secara
bersamaan. Ini menyebabkan harga turun ketika musim panen. Banyak orang
berpendapat bahwa sejalan dengan waktu premium price akan stabil.
Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan petani, sebagai contoh biaya pembelian pupuk organik lebih murah
dari biaya pembelian pupuk kimia; Harga jual hasil pertanian organik seringkali
lebih mahal. Contoh, harga beras organik saat ini Rp. 8.000 – 13.000,-/kg sedang
beras biasa Rp. 5.500 – 7.000,-/kg; Petani dan peternak bisa mendapatkan
tambahan pendapatan dari penjualan jerami dan kotoran ternaknya;Bagi peternak,
biaya pembelian pakan ternak dari hasil fermentasi bahan organik lebih murah
dari pakan ternak konvensional; Pengembangan pertanian organik berarti memacu
daya saing produk agribisnis Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar
internasional akan produk pertanian organik yang terus meningkat. Ini berarti
akan mendatangkan devisa bagi pemerintah daerah yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan petani.
e.
Menciptakan lapangan kerja baru dan
keharmonisan kehidupan sosial di pedesaan
Pertanian
modern akan merangsang hadirnya industri kompos rakyat yang berarti adanya
lapangan kerja baru bagi masyarakat pedesaan. Disamping itu, penerapan
pertanian modern juga akan merangsang adanya kerjasama kemitraan antara petani
peternak-pekebun untuk menerapkan sistem pertanian terpadu. Dalam hubungan ini,
peternak mendapatkan bahan makanan ternak dari limbah pertanian (jerami dan
dedak, misalnya) dari petani, sedangkan petani mendapatkan kotoran hewan dari
peternak sebagai bahan kompos untuk usaha pertanian organiknya. Hal ini secara
langsung akan menciptakan keharmonisan kehidupan sosial di pedesaan.
ü Pertanian
modern berdasarkan fungsi dasar Ekologi
Prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik
dapat dipilahkan sebagai berikut:
a.
Memperbaiki
kondisi tanah
Dengan menggunakan sistem pertanian
modern, tanah yang rusak dapat diperbaiki sehingga menguntungkan pertumbuhan
tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi
tanah.
b. Optimalisasi
ketersediaan dan keseimbangan daur hara
Jika menggunakan sistem pertanian
modern ketersediaan dan keseimbangan daur hara dapat dioptimalisasi melalui
fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha
tani.
c.
Membatasi
kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola
iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi.
d. Membatasi
terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan
usaha preventif melalui perlakuan yang aman.
e.
Pemanfaatan
sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergisme
dengan cara mngkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanian terpadu.
f.
Menghasilkan
bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak
merusak lingkungan
g. Kualitas SDA
dipertahankan
h. Ramah
lingkungan karena menggunakan pupuk kompos, ataupun pupuk kandang yang
keseluruhannya berasal dari alam,
i.
Meminimalkan
semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian.
j.
Menjaga
sifat fisik, kimia dan biologi tanah
Dalam pertanian modern diutamakan
cara pengelolaan tanah yang meminimalkan erosi, meningkatkan kandungan bahan
organik tanah serta mendorong kuantitas dan diversitas biologi tanah. Dalam
pertanian organik peningkatan kesuburan tanah dilakukan tanpa menggunakanpupuk
kimia sintetis. Sebagai gantinya digunakan teknik-teknik seperti rotasi tanaman
secara tepat, mixed cropping dan integrasi tanaman dengan ternak,
meminimalkan pengolahan tanah yang mengganggu aktivitas biota tanah,menggunakan
tanaman dalam strip dan tumpang sari.
k. Penghematan
energi
Hasil studi menunjukkan bahwa sistem
produksi organik hanya menggunakan 50–80% energi minyak untuk menghasilkan
setiap unit pangan dibandingkan dengan sistem produksi pertanian konvensional.
Namun demikian, ini tidak berlaku untuk semua sistem produksi sayuran dan
buah-buahan.
l.
Tidak
mencemari air
Penjagaan kualitas air merupakan
upaya yang sangat penting dalam sistem pertanian lestari (sustainable
agriculture system). Kenyataan menunjukkan bahwa polusi air tanah
(groundwater) dan air muka tanah (surface water) oleh nitrat dan
fosfat menjadi hal yang umum terjadi di kawasan pertanian. Residu pupuk dan
pestisida sintetis serta bakteri penyebab penyakit seperti Escherichia
Coli juga seringkali terdeteksi di sistem perairan.
Pada areal pertanian organik, sumber
air dijaga dengan menghindari praktek-praktek pertanian yang menyebabkan erosi
tanah dan pencucian nutrisi, pencemaran air akibat penggunaan bahan kimia.
Kotoran hewan yang akan digunakan untuk pupuk organik selalu dikelola dengan
hati-hati dan dikomposkan sebelum digunakan. Di samping itu, penggunaan pupuk
kimia dan pestisida sintetis juga dilarang dalam sistem pertanian organik.
m. Tidak
mencemari udara
Pertanian modern terbukti mampu
meminimalkan perubahan iklim global karena emisi gas rumah
kaca (greenhouse gas emission) pada pertanian organik lebih rendah
dibandingkan pertanian konvensional. Dalam pertanian organik tidak menggunakan
pupuk nitrogen sintetis sehingga tidak ada emisi nitrogen oksida dari pupuk
buatan tersebut. Penggunaan minyak bumi juga lebih rendah sehingga menurunkan
emisi gas karbon dioksida. Lebih penting lagi, pertanian organik menyediakan
penampungan (sink) untuk karbon dioksida melalui peningkatan
kandungan bahan organik di tanah serta penutupan permukaan tanah dengan tanaman
penutup tanah.
n. Dapat
memanfaatkan limbah
Praktek
pertanian modern mengurangi jumlah limbah melalui daur ulang limbah menjadi
pupuk organik. Kotoran ternak, jerami dan limbah pertanian lainnya yang selama
ini dianggap limbah, justru menjadi bahan yang mempunyai nilai sebagai sumber
nutrisi dan bahan organik bagi pertanian organik.
o. Menciptakan
keanekaragaman hayati
Pertanian
organik tidak hanya menghindari penggunaan pestisida sintetis, namun juga mampu
menciptakan keanekaragaman hayati. Praktek seperti rotasi pertanaman, tumpang
sari serta pengolahan tanah konservasi merupakan hal-hal yang mampu
meningkatkan keanekaragaman hayati dengan menyediakan habitat yang sehat bagi
banyak spesies mulai dari jamur mikroskopis hingga binatang besar. Pertanian
organik tidak menggunakan organisme hasil rekayasa genetika(Genetic
Enggineering Organism) atau organisme transgenik (Genetically
Modified Organism)serta produknya karena alasan keamanan lingkungan, kesehatan
dan sosial. Produk-produk seperti ini tidak dibutuhkan karena mungkin menyebabkan
resiko yang tidak dapat diterima pada integritas spesies.
ü Pertanian
modern berdasarkan fungsi dasar Sosial
a.
Menghasilkan
makanan yang cukup, aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan
masyarakat.
Pada sistem pertanian berkelanjutan,
tidak digunakan pupuk kimia secara berlebihan sehingga produk-produk yang
dihasilkan layak konsumsi dan aman serta bergizi bagi masyarakat.
b. Kebutuhan
dasar seluruh masyarakat terpenuhi
Dengan menerapkan sistem pertanian
modern, hasil produksi yang di dapat stabil sehingga seluruh kebutuhan dasar
masyarakat dapat terpenuhi.
c.
Segala
bentuk kehidupan dihargai
Manusia hidup di dunia tidak
sendiri, melainkan berdampingan dengan hewaan dan tumbuhan. Dengan
menerapkannya sistem pertanian modern, manusia, hewan, dan tumbuhan dan
bekerjasama dengan baik dan semua berperan dalam menghadapi hidup. Sehingga
semua bentuk kehidupan dapat dihargai.
d. Menciptakan
lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani.
Dengan
digunakannya sistem pertanian modern dapat menciptakan lingkungan kerja yang
aman dan sehat bagi petani. Hal ini dikarenakan petani akan terhindar dari
paparan(exposure) polusi yang diakibatkan oleh digunakannya bahan kimia
sintetik dalam produksi pertanian.
ü Pertanian Modern :
a.
Lebih banyak
dan lebih bagus hasil yang akan dihasilkan jika dibandingkan dengan tradisional
b. Lebih
efisien dan lebih simpel karena dibantu alat-alat mekanik
ü Ciri-ciri
pertanian Modern (Napitupulu, 2000)
1. Usahanya
merupakan industri/perusahaan pertanian, memenuhi skala ekonomi, menerapkan
teknologi maju dan spesifik lokasi termasuk mekanisasi pertanian, menghasilkan
produk segar dan olahan yang dapat bersaing di pasar global (likal dan
internasional), dikelola secara profrsional, mampu tumbuh dan berkembang secara
berkelanjutan, memiliki “brand name” (citra nama) berskala internasional dan
mampu berproduksi di luar musim.
2. Pertanian
mampu mengambil keputusankeputusan yang rasional dan inovatif, memiliki jiwa
kewirausahaan yang tinggi, mempunyai kemampuan maanajemen modern dan
profesional, mempunyai jaringan (networking) yang luas, mempunyai akses
informasi ke pasar global dan mempunyai posisi tawar yang kuat.
3. Organisasinya
mempunyai organisasi/asosiasi di antara petani yang kuat (solid) dan berjenjang
dari tingkat desa ke tingkat nasional, bisa mengakses lembaga keuangan dan
lembaga bisnis lainnya.
4. Aturan
mainnya mencerminkan adanya kesadaran tingkat makro dan mikro secara
operasional berpihak kepada petani khususnya dalam konteks perdagangan global,
tidak tumpang tindih, konsisten dengan meminimumkan inkonsistensi di antara
berbagai kebijakan yang ada.
Ada 4 daftar negara-negara yang pertaniaan modernnya
harus dicontoh :
1. Jepang
Sebagai
negara dengan budaya teknologi yang tinggi, Jepang menerapkan juga teknologi
untuk bidang pertaniannya. Pertanian di negara ini sangat diatur secara detail,
dikerjakan secara serius, mengutamakan teknologi namun tetap ramah
lingkungan. Dengan keunikan pengelolaannya itu, Badan Pertaniannya PBB (FAO)
menjadikan daerah pertaniaan di Jepang masuk dalam daftar Warisan Penting Sistem
Pertaniaan Global (GIAHS). Dengan porsi lahan pertanian hanya 25 % saja,
masyarakat Jepang benar-benar memanfaatkan lahan mereka secara efisien, mereka
menanam di pekarangan, ruang bawah tanah, pinggiran rel kereta, di atas gedung,
pokoknya setiap lahan yang dapat dimanfaatkan mereka optimalkan.
Pasca Tsunami yang meluluh lantahkan sebagian lahan pertaniannya, jepang merencanakan sitem pertanian yang lebih modern. Sistem pertanian yang dijalankan oleh robot, seperti traktor tanpa awak, mesin tanam dan mesin panen. Untuk menghalau hama jepang akan menggunakan teknologi lampu LED.
Pasca Tsunami yang meluluh lantahkan sebagian lahan pertaniannya, jepang merencanakan sitem pertanian yang lebih modern. Sistem pertanian yang dijalankan oleh robot, seperti traktor tanpa awak, mesin tanam dan mesin panen. Untuk menghalau hama jepang akan menggunakan teknologi lampu LED.
2. Belanda
Menurut saya
negara ini sangat mengagumkan dalam hal pengelolaan pertaniannya. Dengan luas
wilayah yang relatif kecil bila dibandingkan Indonesia, pada tahun 2011 Belanda
mampu menjadi negara peringkat 2 untuk negara pengekspor produk pertanian
terbesar didunia dengan nilai ekspor mencapai 72,8 miliar Euro. Produk
andalannya adalah benih dan bunga. Sektor pertanian merupakan pendorong utama
ekonomi di Belanda dengan menyumbang 20% pendapatan nasionalnya.
Kunci dari
majunya pertanian di Belanda adalah Riset. Kebijakan-kebijakan dan teknologi di
adopsi dari riset-riset yang dilakukan para ahli. Salah satu pusat riset
pertanian yang terkenal disana adalah universitas Wageningen.
3. Amerika
Serikat
Amerika
Serikat terkenal sebagai penghasil kacang kedelai, gandum, kapas, kentang dan
tembakau di dunia. Harga produk-produk tersebut sangat mempengaruhi harga
di dunia. Pertanian di sana dikerjakan dengan luas kepemilikan lahan yang luas,
dikerjakan dengan teknologi pertanian yang hampir separuhnya dilakukan oleh
mesin. Sistem irigasi dalam pengelolaan air pun di buat lebih efisien.
4. Taiwan
Hasil ekspor
produk pertanian di negara ini adalah USD 11,8 miliar atau 1,5% pendapatan
nasionalnya. Seperti juga di negara dengan pertanian lainnya, separuh
pengerjaan dilakukan dengan teknologi canggih. Contohnya dalam penanaman padi,
mereka menerapkan sistem yang sangat berbeda dengan Indonesia. Bila di Indonesia
bibit padi di semai pada satu hamparan sebelum dipindah pada lahan sawah, di
Taiwan bibit padi dimasukan suatu wadah pot segi empat dengan ketinggian 2 cm,
saat tanam menggunakan mesin dengan kecepatan 3 jam/ha. Cara ini dapat
menghemat waktu, tenaga, biaya serta menghasilkan pertumbuhan padi lebih baik,
karena pada saat tanam tidak perlu mencabut bibit dari persemaiaan yang akan
membuat tanaman stress dan memerlukan waktu untuk adaptasi.
Dari kesemua negara yang saya
sebutkan tadi, ada “benang merah” yang membuat mereka maju dan terdepan dalam
teknologi pertaniaan, yaitu dukungan pemerintahnya melalui kebijakan-kebijakan
yang berpihak terhadap petani, mengatur dan menata pengelolaan pertanian
menjadi teratur, tertata dan mensejahterakan. Saya amat yakin, dalam hal
sumberdaya manusia Indonesia pun tak kalah hebat, tinggal bagaimana menciptakan
suasana yang kondusif di pertanian kita, Malaysia dan Thailand pun udah mulai
menata pertaniaannya, sektor ini maju pesat di sana.
E. Manajemen Pertanian Modern
1.
Obat –
obatan Manajemen pertanian modern menitik beratkan pada segi:
Ø Produktivitas
Ø Efisiensi
Produktivitas
Merupakan
upaya untuk menaikkan jumlah produksi dari lahan pertanian yang tersedia.
Faktor – faktor yang dapat menunjang
hasil produksi antara lain:
Efisiensi
Efisiensi menurut pengertian ilmu
ekonomi di bagi menjadi tiga :
1)
Efisiensi
teknis
2)
Efisiensi
alokatif (harga)
3)
Efisiensi
ekonomi
Suatu
penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis apabila faktor
produksi yang di pakai menghasilkan produksi yang maksimum. Efisiensi harga di
lihat dari profit (keuntungan) yang di dapatkan. Efisiensi ekonomi yaitu
apabila usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan harga
Di Indonesia Gebrakan revolusi hijau
terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengkomando penanaman padi,
pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya.
Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade
1990-an, petani mulai menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot,
ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida yang tidak
manjur lagi.
Contoh
sistem pertanian modern
Corporate Farming adalah sebuah
sistem pertanian dengan menerapkan cara panggarapan lahan yang relatif luas
secara bersamasama dalam satu sistem pengelolaan oleh sebuah perusahaan atau
korporasi.
2.3 Hakekat Perbedaan Tingkat Produktifitas
Produktifitas
merupakan nisbah
atau rasio antara hasil kegiatan (output, keluaran) dan segala pengorbanan
(biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input, masukan) (Kussriyanto, 1984,
p.1). Input bisa mencakup biaya produksi (production cost) dan biaya peralatan
(equipment cost). Sedangkan output bisa terdiri dari penjualan (sales), earnings
(pendapatan), market share, dan kerusakan (defects) (Gomes,1995, p.157). Proses
aglomerasi (pemusatan) industri keberhasilannya banyak ditentukan oleh faktor
teknologi lingkungan, produktivitas, modal, SDM, manajemen dan lain-lain.
Pengertian produktivitas merupakan penggabungan antara konsep efisien usaha
(fisik) dengan kapasitas tanah. Efisien fisik mengukur banyaknya hasil
produksi (output) yang dapat diperoleh dari suatu kesatuan input.
Produktivitas adalah tingkat produksi yang dapat dihasilkan seorang
pekerja pertahun. Dibandingkan dengan tingkat produktivitas tenaga kerja di
negara maju, tingkat produktivitas tenaga kerja di negara berkembang masih
sangat rendah hal tersebut disebabkan oleh faktor sebagian penduduk berada di
sektor pertanian tradisional yang masih menghadapi masalah pengangguran
terselebung. Produktivitas pertanian tradisional biasanya masih sangat rendah,
karena teknologi dalam kegiatan pertanian masih sangat tradisional keberadaan
pengangguran terselubung yang berarti kelebihan tenaga kerja di sektor
pertanian akan menurunkan lagi produksi rata-rata produktivitas pekerja
(Todaro, 2000).
Menurut Suryana (2000) bagi masyarakat petani yang taraf
hidupnya rendah, prioritas bagi seseorang adalah makanan, pakaian, dan tempat
tinggal. Kebutuhan untuk motivasi kerja, pendidikan dan ilmu pengetahuan belum
merupakan kebutuhan utama. Oleh karena itu produktvitas pertanian tetap rendah.
Produktivitas pertanian yang rendah ini, bukan saja disebabkan oleh karena
jumlah penduduk yang banyak, tetapi juga disebabkan oleh karena pertanian yang
kurang maju serta tingkat teknologi yang primitif, pertanian subsistensi,
organisasi yang kurang baik dan terbatasnya input (modal fisik dan tenaga
terampil).
Sedangkan meningkatnya produktifitas
petani modern adalah Sistem usaha pertanian modern yang lebih dikenal sebagai
agribisnis merupakan suatu alternatif dalam perubahan usaha pertanian yang
tradisional kearah pertanian yang bukan hanya mengelola lahan dengan
memanfaatkan teknologi budidaya untuk mendapatkan produksi yang maksimal, akan
tetapi sudah menyertakan pula masukan teknologi untuk mendapatkan produk olahan
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang seoptimal mungkin.
Pada Negara-negara yang sedang mengalami aglomerasi
industri, terdapat dualisme bidang teknologi. Dualisme teknologi adalah suatu
keadaan dalam suatu bidan ekonomi tertentu yang menggunakan tehnik dan
organisasi produksi yang sangat berbeda karakteristiknya. Kondisi ini
mengakibatkan perbedaan besar pada tingkat produktivitas di sektor modern dan
sektor tradisional, seperti keadaan berikut ini :
a.
Jumlah penggunaan modal dan
peralatan yang digunakan.
b. Penggunaan pengetahuan teknik,
organisasi, dan manajemen.
c.
Tingkat pendidikan dan keterampilan
para pekerja.
Faktor-faktor ini menyebabkan tingkat produktivitas berbagai
kegiatan sektor modern sering kali tidak banyak berbeda dengan kegiatan yang
sama yang terdapat di Negara maju. Sebaliknya sektor tradisional menunjukkan
perbedaan banyak karena keadaan sebagai berikut:
a.
Terbatasnya pembentukan modal dan
peralatan industri.
b. Kekurangan pendidikan dan
pengetahuan.
c.
Penggunaan teknik produksi yang
sederhana.
d. Organisasi produksi yang masih
tradisional.
A. Produktifitas dan Pendapatan Petani
Menurut Muryanto (1995 ; 67-68) bahwa petani akan melakukan
perhitungan-perhitungan ekonomi dan keuangan walaupun tidak secara tertulis.
Kalu petani menghadapi pilihan terkait apa yang akan mereka tanam maka ia akan
memperhitungkan untung ruginya. Sehingga dapat dikatakan bahwa petani
membandingkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen
(penerimaan, revenue) dengan biaya ( pengorbanan, cost) yang
harus dikeluarkan. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut
produksi, dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi.
Adapun pendapatan akan diketahui setelah hasil produksi (output)
dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan dari faktor produksi(input0 yang
masing-masing diukur dalam bentuk uang. sedangkan yang dimaksud biaya
pengeluaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk ongkos produksi,
seperti pembelian bibit, pupuk, pestisisda, sewa alat pertanian dan sewa
hewaan.
Aplikasi teknologi di sektor
pertanian mempunyai kendala yang cukup beragam mulai dari rendahnya tingkat
pendidikan sebahagian besar petani dan pelaku agribisnis sampai kepada
teknologi lokalita yang kurang tersedia. Kedaan ini lebih diperburuk lagi oleh
keterbatasan modal sehingga petani tidak sepenuhnya dapat membeli dan
memanfaatkan teknologi yang sudah ada. Usaha kearah perbaikan sebenarnya sudah
mulai dilaksanakan melalui berbagai pembinaan yang masih bersifat parsial,
sehingga belum dapat berhasil dengan baik. Komitmen yang tidak jelas serta
koordinasi antar pihak terkait yang kurang berjalan sesuai dengan perencanaan
dan kadang-kadang adanya saling ketidakpercayaan antar pihak merupakan salah
satu sebab tidak berhasilnya peningkatan kecakapan petani dan pelaku agribisnis
dalam memanfaatkan teknologi.
Terbatasnya teknologi yang tepat
lokasi ini sangat berpengaruh kepada produktifitas komoditas pertanian pada
umumnya, sehingga belum tercapai optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan yang
sebenarnya berpotensi untuk memberikan hasil yang lebih banyak. Rendahnya
produktifitas lahan ini ditandai oleh besarnya senjang hasil yang diperoleh
ditingkat petani dengan hasil di tingkat penelitian. Ada tiga komponen
teknologi yang menyebabkan rendahnya produktifitas yaitu aplikasi teknologi
budidaya yang masih rendah, penggunaan varitas yang kurang sesuai dengan
kondisi lokalita, serta masih besarnya kehilangan hasil setelah panen.
Rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya kecakapan petani merupakan
penyebab rendahnya penerapan teknologi oleh petani tersebut. Sedangkan
terbatasnya teknologi berupa varitas lokalita dan besarnya kehilangan saat
panen dan pasca panen merupakan indikator masih lemahnya pembinaan kepada
petani serta minimmya peran daerah dalam menghasilkan teknologi. Oleh sebab itu
pengembangan sumberdaya di sektor pertanian sangat perlu untuk dilaksanakan
karena kedepan sektor ini masih menjadi salah satu andalan ekonomi daerah waled
yangcukup penting. Tantangan yang dihadapi sektor pertanian tersebut meliputi
berbagai hal. Pertama, kesenjangan yang cukup lebar antara hasil di tingkat
petani dengan hasil di tingkat penelitian. Ini terjadi pada sebahagian besar
tanaman pangan, hortikultura dan tanaman perkebunan.
Kedua, ketersediaan teknologi
spesifik lokasi yang sesuai dengan agroecosystem, sosial ekonomi dan budaya
tempatan terbatas. Ketiga, penyediaan varitas dan benih berkualitas dengan
harga yang terjangkau masih terkendala. Keempat, kemampuan produk andalan untuk
bersaing secara global masih sangat lemah. Kelima, efisiensi penggunaan sarana
produksi (Saprodi) tidak dapat meningkatkanpenda pandapatan petani.
Hal ini karena harga Saprodi selalu
meningkat sehingga perlu dikembangkan pendekatan budidaya dengan input rendah
yang dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.Untuk mendukung pengembangan
agribisnis seutuhnya di waled maka masa yang akan datang diperlukan usaha
pengembangan teknologi pertanian secara terus menerus. Disamping pengembangan
teknologi untuk proses produksi tanaman pertanian juga harus diikuti dengan
inovasi produk dan proses produksi industri pertanian baik teknologi yang akan
dimanfaatkan oleh sektor publik atau teknologi untuk rakyat banyak.
Dari berbagai pengalaman ternyata
usahatani dengan mengandalkan monokultur kurang menguntungkan kepada petani
apalagi cara ini sering membutuhkan input tinggi, bahkan kadang-kadang
cenderung dapat mempunyai dampak yang kurang baik. Diversifikasi komoditas
dalam usahatani yang meliputi tanaman pertanian baik tanaman tahunan maupun
tanaman muda dengan hewan ternak bahkan dengan ikan dapat menjadi andalan dalam
usahatani masa depan. Pertama, karena komoditas yang satu dapat memanfaatkan
hasil samping dari komoditas lain seperti kotoran ayam atau sapi yang dapat
dimanfaatkan untuk pupuk tanaman atau tambahan makanan ikan sebaliknya bahagian
tanaman tertentu juga dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak. Kedua, dengan
diversifikasi komoditas akan mengurangi resiko kegagalan usaha atau terdapatnya
saling subsidi keuntungan jika salah satu komoditas harganya kurang baik.
Ketiga, akan dapat menjaga kelestarian lingkungan, menjaga kemungkinan serangan
penyakit malaria.
Selanjutnya upaya yang kedua adalah
meningkatkan indeks panen atau meningkatkan penanaman dari satu kali setahun
menjadi dua atau tiga kali setahun. Upaya ini tentu memerlukan penyempurnaan
sarana dan prasarana pertanian di lapangan seperti perbaikan sistem pengairan
pada areal tertentu. Pencarian varitas-varitas baru yang cocok untuk kondisi
lahan lokalita misalnya padi toleran air pengairan yang mengandung garam,
varitas palawija tahan salin sehingga berpotensi ditanam di lahan pasang surut.
Permasalahan dalam peningkatan
produktifitas untuk tanaman padi saja contoh: di BP3K Waled, Kab.Cirebon sampai
sekarang hanyah sekitar 7 ton/hektar baru tercapai 6 ton/hektar sehingga
peyuluh sekarang agak tersendat/ hasil panen berkurang, sampai sekarang belum
ada sousi yang maxsimal.
Permasalahan yang di jadikan kendala
dalam peyuluhan pertanian misalnya:
a) Kemampuan
penyuluh yang sangat kurang dalam pengetahuanya dan keterampilan yang kurang
sigap.
b) Materi
penyuluhan yang sangat terbatas/ dan kurangyah informasi yang berinovasi.
c) Sarana dan
biaya penyuluhan/kurangnyah prasarana untuk uji coba dan ketinggalan dalam
teknologi seperti intenet dll.
d) Dari
kesadaran petani, SDM yang dimiliki yang kurang menyerap pengetahuan dari penyuluh.
e) Keterbatasan
modal petani seperti biaya produksi dan sarana produksi sehingga menghasilkan
outpu yang maksimal.
f)
Kebijakan
dan perogram pemerintah seperti HPP (Harga Pokok Pembelian) ditentukan
pemerintah belum bisa ditentukan petani, Refaksi (Standarisasi harga) .
Sampai saat ini banyak usaha
pertanian dengan berbagai skala usaha masih terlalu mengeksploitasi lahan untuk
tujuan komersil sehingga lahan yang sebelumnya cukup baik menjadi lahan yang
marjinal. Hal ini tentu tidak boleh terjadi terus menerus karena lahan
pertanian akan terdegradasi secara berangsur-angsur yang berarti kita akan
meninggalkan lahan bermasalah untuk generasi masa datang. Apalagi dalam
kerangka ekonomi kerakyatan segala usaha termasuk dalammya usaha pertanian haruslah
mempertimbangkan kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya yang dimiliki. Oleh
sebab itu perlu ditingkatkan pemahaman sumberdaya petani tentang teknologi di
bidang pertanian sehingga pemanfaatan lahan dapat dilakukan dengan baik.
B. Manfaat teknologi
Untuk Meningkatkan Produktifitas
yang Maxsimal kita memerlukan sentuhan teknologi seperti alat bantu peyuluhan
seperti pasilitas (prasarana), di perlukan juga alat-alat Mekanisasi pertanian
supaya efisien teknik dan biaya. Mewujudkan tujuan pembangunan pertanian
memerlukan tiga fungsi yaitu fungsi pengaturan dan pelayanan oleh Dinas, fungsi
penyuluhan serta fungsi penelitian. Ketiga fungsi tersebut kedudukannya sepadan
dalam melaksanakan pembangunan pertanian, sehingga tujuan penyuluhan pertanian
adalah dalam rangka menghasilkan SDM pelaku pembangunan pertanian yang kompeten
sehingga mampu mengembangkan usaha pertanian yang tangguh, bertani lebih baik
(better farming), berusaha tani lebih menguntungkan (better bussines), hidup
lebih sejahtera (better living) dan lingkungan lebih sehat. Penyuluhan
pertanian dituntut agar mampu menggerakkan masyarakat, memberdayakan
petani-nelayan, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian, serta mendampingi
petani untuk:
1) Membantu
menganalisis situasi-situasi yang sedang mereka hadapi dan melakukan perkiraan
ke depan.
2) Membantu
mereka menemukan masalah.
3) Membantu
mereka memperoleh pengetahuan/informasi guna memecahkan masalah
4) Membantu
mereka mengambil keputusan.
5) Membantu
mereka menghitung besarnya risiko atas keputusan yang diambilnya.
Bahwa Dalam penyuluhan pertanian
memerlukan Inovasi Baru sehingga dapat meningkatkan hasil produktifitas,
sehingga tercapainyah sistem pertaniaan agribisnis maka petani harus bisa
memasarkan hasil dari produknya dengan mandiri sehingga meningkatkan
pembangunan pertanian.
Beberapa kelemahan teknologi
pertanian salah satunya adalah meredupnya peran penyuluh pertanian. Penyuluh
Pertanian sebagai suatu proses belajar yang secara formal fleksibel diyakini
merupakan pembelajaran yang tepat dalam rangka meningkatkan kualitas SDM
pertanian di Indonesia, terutama dalam mengadopsi teknologi usha tani.
Karena dalam peyululuhan pertanian
semuanya berkaitan dengan SDM yang di miliki sampai kondisi alam juga perlu di perhatikan,
dari sosial ekonomi sampai sosial budaya maka penyuluh harus memiliki
pengetahuan yang sangat luas di dalam sektor pertanian. sehingga dalam
penyuluhan perlu metode yang tepat dalam teknis peyuluhanya.
2.4 Latar
Belakang Perdagangan Komoditas Pertanian
Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab
terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan
internasional adalah transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu
dengan subyek ekonomi negara lain, baik mengenai barang-barang maupun
jasa-jasa. Subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga
negara biasa, pengusaha ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri yang
dapat dilihat dari neraca perdagangan yang menurut ekspor dan impor suatu
negara secara keseluruhan. Jadi, perdagangan komoditas pertanian dapat terjadi
apabila suatu negara mengalami kekurangan komoditas pertanian dan negara yang
lain memiliki kelebihan komoditas pertanian yang kemudian melakukan transaksi
atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Perubahan kinerja ekonomi
makro di negara produsen dan importir komoditas pertanian sebagai dampak dari
liberalisasi perdagangan sektor pertanian.
Aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh suatu negara,
termasuk perdagangan internasional, merupakan salah satu bentuk kegiatan
ekonomi yang cukup penting dan signifikan dalam menentukan tingkat kemajuan
ekonomi dari negara tersebut. Perdagangan, dengan berbagai aktivitasnya, akan
menjadi salah satu kesempatan dalam meningkatkan pendapatan serta memperluas
kesempatan kerja bagi masyarakat dan menanggulangi kesulitan ekonomi.
Indonesia, sebagai salah satu negara di dunia yang memiliki
berbagai sumber daya, saat ini sedang melaksanakan dan melanjutkan pembangunan
secara berkala, dimana dalam menjalankan pembangunannya membutuhkan berbagai
jenis barang dan jasa. Barang dan jasa tersebut dapat diperoleh dari dalam
negeri dan ada pula yang diimpor dari negara lain dengan berbagai i jenis,
sifat dan karakteristik produknya.
Aktivitas untuk melakukan kegiatan impor dari berbagai
barang dan jasa dari negara-negara pengimpor ini diperlukan alat pembayaran
yang berupa mata uang asing dalam setiap transaksinya. Ragam upaya untuk
memperoleh mata uang asing ini sangat banyak, salah satunya adalah dengan
melakukan aktivitas ekspor, sehingga pembangunan di Indonesia selayaknya tetap
berjalan dengan lancar dan baik, dimana segala aktivitas ekspor dengan
negara-negara tujuan ekspor harus lebih ditingkatkan, baik volume maupun nilai
ekspornya.
Ekspor merupakan berbagai komoditi yang terdiri dari beragam
jenis produk, baik berupa barang ataupun jasa, dimana beragam jenis produk
tersebut bergerak ataupun berpindah meninggalkan suatu negara, yang menjadi
asal-muasal produk tersebut, menuju negara lain yang menjadi tujuannya ataupun
berupa hasil transaksi yang diperdagangkan antar negara (Kuntjoro, 1996:37).
Ekspor merupakan suatu aktivitas ekonomi berupa transaksi berbagai produk, baik
berupa barang ataupun jasa, yang diproduksi ataupun dihasilkan di dalam negeri
dan kemudian dijual ke luar negeri (Mankiw, 2000:67).
Transaksi
ekspor dari hasil pertanian merupakan salah satu bagian ekspor yang berasal
dari sektor non-migas. Produk yang berasal dari hasil pertanian penting bagi
negara Indonesia dan masyarakatnya, karena produk dari hasil pertanian
merupakan dasar kehidupan ekonomi manusia (Sumaatmadja, 1988:166). Produk dari
hasil pertanian, hingga saat ini dan
mungkin hingga beberapa waktu puluh
tahun atau beberapa ratus tahun mendatang, akan tetap menjadi sumber daya bagi
bahan makanan untuk penduduk suatu negara, kawasan ataupun manusia. Manusia
belum dapat mengembangkan suatu sektor kehidupan ekonomi yang lain apabila
belum mampu melaksanakan dan mengembangkan sektor pertanian secara
baik dan benar, karena sektor
pertanian menjadi sektor utama yang akan menjamin kehidupan manusia. Hasil dari
berbagai produk pertanian yang menjadi sumber daya makanan atau pangan utama,
juga memberikan dan menyumbangkan potensinya yang lain, baik sebagai salah satu
objek perdagangan maupun sebagai salah satu bahan industri pendukung
perdagangan.
Motivasi utama melakukan perdagangan internasional komoditas
pertanian berdasarkan teori perdagangan internasional adalah untuk memperoleh
peningkatan pendapatan. Perdagangan internasional memberikan konsumen akses
untuk memperoleh barang dengan harga yang relatif terjangkau dan pemilik sumber
daya dapat memperoleh peningkatan pendapatan (Appleyard et al., 2006). Menurut
Salvatore (2007) perdagangan internasional mengakibatkan efisiensi produksi
barang/jasa, hal ini dikarenakan tiap negara di dunia melakukan spesialisasi
dalam berproduksi khususnya komoditas pertanian.
Ansori dan Musafak (2010) menyatakan bahwa ekspor merupakan
kegiatan pengeluaran barang dari pabean Indonesia yang sudah memenuhi
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Perdagangan internasional akan menguntungkan
neraca pembayaran suatu negara asalkan mencapai X > M (ekspor lebih besar
daripada impor) melalui asumsi ini banyak negara tertarik untuk melakukan
pembukaan diri dan melakukan perdagangan Internasional. Selain itu ekspor
adalah suatu bentuk pengeluaran barang-barang dari peredaran masyarakat dan
mengirimkannya keluar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah dan
menghampakan pembayaran dalam bentuk valuta asing (Amir, 2001:2).
Pada era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini
tidak mungkin menghentikan masuknya produk asing. Salah satu cara melawannya
adalah meningkatkan daya saing produk Indonesia. Strategi pemasaran merupakan
hal yang penting untuk dapat meningkatkan daya saing suatu produk. Menghadapi
persaingan yang sangat ketat menuntut perusahaan dapat memenuhi keinginan
konsumen, sehingga diharapkan produk yang dihasilkan dapat terus disukai oleh
konsumen. Daya saing produk dari suatu negara sangat bergantung pada kemampuan
negara yang bersangkutan untuk berinovasi dan mengembangkan produk yang
dimiliki.
Kemampuan suatu produk untuk bisa menjadi komoditi ekspor
unggulan tergantung dari kenggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki
komoditi tersebut (Nopirin, 2007). Keunggulan komparatif adalah perbandingan
sesama produsen suatu jenis barang, didasarkan atas biaya oportunis yang
ditanggung tiap-tiap produsen dan dapat diuji dengan RCA (Revealed Comparative
Advantage). Keunggulan kompetitif adalah keunggulan di suatu negara di dalam
persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori
klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan
fasilitas dari pemerintah dan dapat diuji dengan ISP (Indeks Spesialisasi
Perdagangan).
Kebutuhan dunia akan hasil-hasil perkebunan terus meningkat
setiap tahunnya. Pertumbuhan penduduk, perkembangan zaman dan teknologi yang
semakin canggih menyebabkan permintaan akan hasil-hasil perkebunan semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan negara-negara penghasil komoditi pertanian
semakin gencar dalam mengekspor hasil pertanian ke pasar internasional. Salah
satu hasil pertanian yang menjadi andalan di beberapa negara ialah CPO (Crude
Palm Oil). Pemanfaatan minyak kelapa sawit menjadi salah satu komoditas ekspor
unggulan Indonesia. Produksi CPO Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Crude
Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit adalah hasil olahan dari biji kelapa
sawit Biji Sawit nantinya diolah di pabrik, diekstraksi dan dimurnikan hingga
menjadi CPO (Bari, 2002) Amornkitvikaia et al. (2012) berpendapat bahwa kinerja
ekspor yang kuat berperan sebagai salah satu faktor penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Kinerja
perdagangan komoditas pertanian baik dalam skala nasional maupun global juga
dipengaruhi oleh adanya liberalisasi sektor pertanian yang disepakati oleh
berbagai negara dalam kerangka multilateral, regional maupun bilateral. Dalam
kerangka multilateral,
Indonesia sebagai anggota WTO
mendukung kebijakan perdagangan global yang bebas dan adil, dimana tujuan
jangka panjang dari WTO adalah meliberalkan perdagangan dunia melalui 3 pilar,
yaitu perluasan akses pasar (market access), pengurangan dukungan
domestik (domestic support) yang dapat mendistorsi pasar, dan
pengurangan subsidi ekspor (export subsidy). Tujuan ini seharusnya
mendatangkan manfaat bersama bagi seluruh negara di dunia. Namun faktanya,
perdagangan internasional dan hasil perundingan sektor pertanian di WTO lebih
banyak merugikan negara-negara sedang berkembang (Suryana, 2004). Faktor-faktor
yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan untuk menciptakan sistem perdagangan
sektor pertanian yang adil dan berorientasi pasar antara lain:
1. Negara-negara maju masih tetap
mempertahankan, bahkan meningkatkan dukungan domestik melalui subsidi kepada
petaninya, terutama produsen pangan dan peternakan (Suryana, 2004). Data OECD
(2002) yang dikutip Simatupang (2004) menunjukkan bahwa nilai dukungan domestik
dari kelompok negara OECD meningkat dari rata-rata US$ 236 milyar per tahun
pada periode pra- WTO (1986-1988) menjadi US$ 248 milyar pada masa implementasi
kesepakatan WTO (1999-2001). Sementara itu, Amerika Serikat dan Uni Eropa (European
Union-EU) meningkatkan dukungan domestik mereka masing-masing sebesar
21 persen dan 5 persen pada periode yang sama. Subsidi yang besar dari
negara-negara maju tersebut mengakibatkan persaingan tidak adil di pasar dunia.
2. Selain subsidi domestik,
negara-negara maju juga memberikan subsidi ekspor yang besar untuk produk-produk
pertanian mereka. Kelompok negara EU memberikan tingkat subsidi tertinggi,
yaitu mencapai US$ 23,2 milyar atau 90 persen dari total nilai subsidi seluruh
anggota WTO pada kurun waktu 1995-1998 (Dixix, Josling and Blandford, 2001).
Menurut Simatupang (2004), subsidi ekspor itu menyebabkan disparitas harga
antara pasar dunia dan pasar domestik negara-negara maju, sehingga dapat
dipandang sebagai instrumen untuk fasilitasi praktik dumping yang
dilarang WTO.
3. Ketidakseimbangan tingkat pembangunan
ekonomi, teknologi, ketrampilan SDM, dan infrastruktur antara negara maju dan
negara berkembang menyebabkan ketidakmampuan
negara berkembang menciptakan
kondisi persaingan seimbang (equal playing field) (Sawit, 2003). Di
negara-negara berkembang pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya,
karakteristik usaha pertanian umumnya masih bersifat subsisten, yaitu belum
berorientasi komersial secara penuh. Artinya, pertanian masih menjadi
perikehidupan dan kebudayaan masyarakat. Kondisi yang demikian kurang selaras
dengan aturan dalam Agreement of Agriculture (AoA) dan
mekanisme pasar yang hanya sesuai bagi industri pertanian modern yang
berorientasi pasar di negara-negara maju.
4. Ketidakadilan dalam membuka akses
pasar, dimana di satu sisi negara maju memaksa negara berkembang untuk membuka
akses pasar seluas-luasnya, sementara di sisi lain negara maju berusaha
membatasi akses pasar bagi produk-produk negara berkembang melalui berbagai
instrumen, seperti tarif eskalasi, perlindungan sanitary dan phyto-sanitary,
dan non-trade barrier lainnya. Perbedaan kepentingan dan
kebijakan itulah yang menimbulkan kondisi perdagangan multilateral sektor
pertanian yang tidak seimbang dan mengarah tidak adil (fair).
Kebijakan
nasional pembangunan pertanian di suatu negara tidak terlepas dari
pengaruh-pengaruh eksternal dalam era globalisasi dengan ciri keterbukaan
ekonomi dan perdagangan yang lebih bebas. Dengan demikian, akan sulit ditemukan
adanya kebijakan nasional pembangunan pertanian yang lepas dari pengaruh-pengaruh
tersebut. Demikian pula halnya dengan Indonesia, dimana kebijakan nasional
pembangunan pertaniannya dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain:
(a). kesepakatan-kesepakatan internasional (seperti WTO, APEC dan AFTA); (b).
kebijakan perdagangan komoditas pertanian di negara-negara mitra perdagangan
Indonesia; (c). lembaga-lembaga internasional yang memberikan bantuan kepada
Indonesia terutama dalam masa krisis (Pranolo, 2000).
Sebagai
salah satu anggota WTO, berarti Indonesia bersedia membuka pasar domestiknya
bagi produk negara lain dan menerima segala konsekuensi perdagangan bebas
(Yusdja, 2004: 127). Selain itu, sebagai anggota WTO, Indonesia juga telah
meratifikasi pembentukan WTO melalui UU No. 7 Tahun 1994 Malian, 2004: 135).
Pada akhir tahun 1997 Indonesia akhirnya meminta bantuan kepada IMF dan World
Bank untuk stabilisasi perekonomian nasional, dimana kedua lembaga ini
memberikan ‘stabilization package’ senilai US$ 43 milyar. Namun Indonesia harus
memberikan imbalan berupa reformasi di bidang kebijakan ekonomi makro yang
mempengaruhi perubahan kebijakan pembangunan pertanian. Salah satu komitmen
Indonesia dengan IMF (15 Januari 1998) adalah menurunkan tariff (pajak bea
masuk yang dikenakan bagi produk impor yang diambil dari prosentase nilai
produk) untuk semua jenis pangan maksimum 5 persen, yang juga berarti
pemerintah harus menghapuskan semua pembatasan investasi untuk perdagangan
eceran (retail) dan besar (wholesale) serta memberikan perlakuan yang sama
dalam kegiatan impor dan distribusi pangan domestik bagi BULOG dan swasta.
Sektor
pertanian adalah salah satu sektor yang masuk WTO, dengan disahkannya hasil
Putaran Uruguay (Uruguay Round) WTO sebagai rangkaian dari General Agreement on
Tariff and Trade (GATT) pada tanggal 15 Desember 1993. Perundingan di bidang
pertanian meliputi tiga pilar utama: a). subsidi/bantuan domestik (domestic
support), b). promosi/subsidi ekspor (export promotion/subsidy), c). akses
pasar (market access) (Pranolo, 2000; Malian, 2004: 136; Sawit, 2004: 121;
Achterbosch, et.al. 2004: 99-101; Swastika, et.al, 2006: 258; Lokollo, 2007:
305).
Menurut
Lokollo (2007: 305), dalam subsidi domestik dibahas masalah penentuan formula
pemotongan subsidi domestik dan produk khusus (Special product). Pilar subsidi
ekspor, dibahas terutama terkait dengan masalah penghapusan subsidi ekspor.
Untuk pilar akses pasar, termasuk yang dibahas adalah bentuk formula penurunan
tarif, Special Product (SP), Special Safe-guard Mechanism (SSM) untuk negara
berkembang (usulan dari Indonesia sebagai koordinator G-33), Sensitive Product
untuk negara maju (Achterboscch, et.al, 2004:97). Selain itu terdapat pasal
tentang special and differential treatment – S&DT (disyaratkan untuk negara
berkembang) untuk menunjang tecapainya keseimbangan tiga pilar perundingan di
bidang pertanian ini, agar perundingan dengan negara maju lebih berimbang dalam
KTM WTO (Hutabarat, dkk, 2007:1; Sawit, dkk, 2005: 95). Usulan Indonesia ini
masuk dalam Kerangka Kerja Paket Juli (July Framework) 2004 di Jenewa (Sawit,
dkk, 2005:95; Hutabarat dan Rahmanto, 2007).
Kerangka
kerja yang disebut sebagai July Package di Jenewa 2004 berhasil menyatukan
pendapat negara-negara anggota WTO untuk menghapus subsidi ekspor pertanian
untuk waktu tertentu. Paket Juli ini merupakan terobosan baru menyelesaikan
Doha Development Agenda dimana Indonesia berhasil memasukkan konsep Special
Product dan Special Safeguard Mechanism (SP/SSM) yang bertujuan untuk
melindungi petani dalam negeri yang berada di bawah garis kemiskinan. Konsep
SP/SSM ini memberikan kesempatan kepada negara berkembang seperti Indonesia,
untuk melindungi produk-produk pertanian yang peka terhadap gejolak dan terkait
kuat dengan gejolak ketahanan pangan (food security), pembangunan pedesaan
(rural development), pengentasan kemiskinan (livelihood security) (Hutabarat
dan Rahmanto, 2007).
Sektor
pertanian sangat memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia sebagai
penyedia lapangan kerja dan sumber devisa (salah satu komoditi ekspor) sehingga
merupakan sumber pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan hal itu, perekonomian
dunia saat ini memasuki era sejarah baru dimana ekonomi dan budaya nasional
serta batas-batas geografis kenegaraan sudah kehilangan makna oleh sebuah
proses ‘globalisasi’ yang berjalan cepat. Indonesia yang menganut perekonomian
terbuka juga sangat sulit untuk mengelak dari dinamika ekonomi internasional
yang semakin mengglobal ini. Sejalan dengan itu terjadi perubahan mendasar di
pasar internasional yaitu liberalisasi perdagangan untuk sektor pertanian dengan
terbentuknya World Trade Organization (WTO) yang bertujuan untuk meningkatkan
daya saing ekonomi melalui perdagangan internasional yang adil dan saling
menguntungkan.
Namun,
tujuan yang ingin dicapai dalam perjanjian pertanian WTO, yaitu untuk membentuk
perdagangan yang adil dengan sistem perdagangan produk pertanian berorientasi
pasar, tidak terlaksana. Posisi negara-negara berkembang (termasuk Indonesia)
dalam banyak hal tidak seimbang dengan negara-negara maju, bahkan tidak
merasakan manfaat secara optimal dari keikutsertaannya sebagai anggota WTO
(Hutabarat, dkk, 2007: vi). Liberalisasi perdagangan di sektor pertanian tidak
memberikan keuntungan yang seimbang bagi negara berkembang seperti yang
diperoleh negara maju, karena mengancam pasar domestik, terutama kesejahteraan
petani produsen di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
2.5 Komoditas
Pertanian Negara Berkembang
Negara-negara
berkembang sebagian besar berada di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Walaupun
negara-negara tersebut kaya sumber daya alam, tetapi belum membawa
kesejahteraan yang merata bagi penduduknya. Sebagian besar negara berkembang
terletak di daerah tropis yang miskin unsur hara dan curah hujannya tinggi,
sehingga proses erosi berlangsung cepat dan tanah cepat mengalamio
ketidaksuburan. Menurut Soerdjono Abipraja (1985:14) mengemukakan bahwa
rata-rata penduduk yang bekerja di sektor pertanian adalah 55%-80%. Namun
tingkat produktivitasnya sangat rendah dan tidak elastis. Kegiatan di sektor
pertanian hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri (self-suffient agricultural,
bahkan tidak jarang mengalami krisis pangan. Salah satu kelemahan negara
berkembang di bidang pertanian adalah diusahakannya komoditi tunggal (single
comoditi) seperti: Colombia dan Brazilia dengan kopinya, Mesir dengan kapasnya.
Hal ini menyebabkan krisis atau kemungkinan gagal panen akibat penyimpangan
iklim.
a.
Brasil
Pertanian dan Perkebunan
Pertanian
dan perkebunan memegang peran utama dalam perekonoomian Brasil. Pertanian tidak
lagi didominasi oleh satu jenis komoditas saja. Hasil pertanian lebih
bervariasi dan dapat meningkatkan hasil ekspor. Pemerintah federal memberikan
perhatian khusus bagi daerah-daerah pedalaman untuk pengembangan sektor
pertanian melalui insentif keuangan dan fasilitas kredit khusus. Hasil
pertanian Brasil antara lain gandum, padi, jagung, dan kacang kedelai. Produk
lain, seperti karet, biji-bijian, dan serat kini banyak dibudidayakan.
b. India
India
merupakan negara agraris karena sekitar 70% penduduknya bekerja di sektor
pertanian. Hasil-hasil pertaniannya meliputi padi, tebu, yute, kapas, kopi,
gandum, sorgum, lada, dan karet.
c.
Indonesia
Indonesia
merupakan negara agraris yang memiliki beberapa komoditas pertanian unggulan
seperti berikut :
1.
Kelapa Sawit
Indonesia
menempatkan diri sebagai produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia. Pada
tahun 2011 Indonesia menguasai pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 47%
mengungguli Malaysia di tempat ke 2 dengan 39%. Ekspor kelapa sawit mampu
menyumbang devisa Negara sebesar USD 14 miliar pada tahun 2010 dan diperkirakan
akan terus meningkat secara signifikan dari tahun ketahunnya.
2.
Rempah-rempah
Sejak dahulu
kala, Indonesia terkenal akan rempah-rempahnya. Tanaman rempah-rempah yang
tumbuh subur di Indonesia menarik minat bangsa lain untuk menguasainnya. Tidak
dapat dipungkiri bahwa dahulu banyak bangsa asing yang kaya raya akibat
rempah-rempah dari Indonesia yang mempunyai nilai sangat tinggi. Sampai saat
ini Indonesia masih sebagai eksportir utama rempah-rempah di dunia, diantaranya
adalah pala (no. 1), kayu manis (no. 1), cengkeh (no 1) dan lada (no. 2).
3. Kakao
Indonesia
merupakan penghasil kakao no 3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
Produksinya terus tumbuh rata-rata 3,5% per tahun, pada tahun 2014 pemerintah
berkomitmen untuk mengalahkan kedua Negara tersebut untuk menduduki peringkat
pertama sebagai penghasil kakao terbesar di dunia. Pada tahun 2010 produksi
kakao Indonesia mencapai 574 ribu ton atau menyumbang 16% produksi kakao dunia,
sedangkan Pantai Gading di peringkat pertama dengan 1,6 juta ton, atau
menyumbang sebesar 44%.
4. Karet
Indonesia
menempati peringkat ke 2 setelah Thailand sebagai pemasok karet mentah dunia.
Ada yang menyebut Indonesia sebagai Arabnya karet dunia. Meskipun kalah dalam
hal jumlah dan produktifitas perkebunan karet, namun karet Indonesia
disebut-sebut menang secara kualitas dibanding karet dari Thailand. Pada tahun
2011 produksi karet di Indonesia mencapai 2,8 juta ton.
5. Kopi
Saat ini
Indonesia menduduki peringkat 3 sebagai produsen kopi dunia dibawah Brazil dan
Kolombia. Basarnya produksi kopi Indonesia per tahun rata-rata sekitar 600 ribu
ton. Dari angka ini Indonesia dapat mensuplai 7% kebutuhan kopi dunia.
d. Mesir
Sektor
pertanian menyumbangkan 17% perekonomian negara Mesir. Meskipun didominasi
wilayah gurun, namun Mesir mendapatkan berkah dari adanya aliran Sungai Nil
yang menyuburkan kawasan lembah dan deltanya. Mesir terkenal sebagai penghasil
kapas, gandum, kurma, zaitun, dan serat papyrus (bahan baku kertas). Seiring
dengan dibangunnya proyek raksasa bendungan Aswan, maka pertanian Mesir semakin
maju. Saat ini produk pertaniannya semakin berkembang dengan menghasilkan
berbagai jenis buah - buahan, sayuran, padi, tebu, dan rumput-rumputan untuk makanan
ternak.
2.6 Komoditas
Pertanian Negara Maju
Pertanian
di negara maju dicirikan dengan adanya produksi pertanian yang sangat elastis
dimana hasilnya disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan pasar. Penduduk
yang bekerja di bidang pertanian jumlahnya sangat terbatas, yaitu di bawah 20%,
bahkan kadang-kadang hanya mencapai 5%. Di negara maju pengelolaan pertanian
menerapkan dan mengembangkan teknologi pertanian yang moderen. Penggunaan bibit
ungul serta pengembangan bibit unggul dilakukan secara lintas sektoral,yaitu
dengan kerjasama dengan pihak perguruan tinggi, lembaga pertanian serta
beberapa perusahaan yang terkait.
a.
Amerika Serikat
Amerika
Serikat memiliki lahan pertanian yang luas, sekitar 47% dari luas daratannya.
Pertanian di Amerika Serikat menggunakan teknologi modern. Tanaman yang
dibudidayakan antara lain jagung, gandum, biji-bijian, buah-buahan, dan
sayur-sayuran. Daerah penghasil gandum disebut Wheat Belt. Daerah penghasil
jagung disebut Corn Belt. Daerah penghasil kapas disebut Cotton Belt. Sebagai
negara kontinental, Amerika Serikat mempunyai lahan yang masih sangat luas,
bahkan dapat dikatakan hampir 47% lahan di Amerika Serikat masih digunakan
untuk lahan pertanian. Dalam pelaksanaannya, lahan-lahan tersebut dikonsentrasikan
dalam beberapa produk unggulan, seperti berikut ini.
ü Kawasan lahan gandum yang disebut wheat belt, dapat
dibedakan atas gandum musim dingin (winter wheat) yang terletak di daerah
Kansas dan gandum musim semi (spring wheat) yang terletak di Montana, North
Dakota, dan South Dakota.
ü Kawasan lahan kapas yang disebut cotton belt dan merupakan
penghasil kapas terbesar di dunia, terdapat di Texas, Alabama, Georgia, dan
Lousiana.
ü Kawasan lahan jagung yang disebut corn belt, terletak di
daerah Ohio, Iowa, Minnesotta, Missouri, dan Indiana.
Selain
pola pertanian per kawasan tersebut, Amerika Serikat juga mengembangkan
pertanian secara umum, seperti perkebunan tembakau di Tennesse dan Virginia,
perkebunan tebu di muara Sungai Mississippi, serta sayuran dan buah-buahan.
b. Jepang
Luas lahan
pertanian di Jepang hanya 16% dari seluruh daratan, tetapi hasilnya sangat
memuaskan. Hasil-hasil pertaniannya antara lain padi, kentang, sayur - sayuran,
teh, jeruk, apel, jagung, gandum, kacang, kedelai, murbei, tembakau, bit gula,
dan tanaman obat-obatan. Daratan Jepang
banyak terdapat gunung dan pegunungan, sehingga topografinya relatif kasar.
Kondisi ini menyebabkan Jepang memiliki luas wilayah pertanian yang tidak
begitu luas, yaitu hanya ± 16% dari seluruh wilayah daratannya. Akan tetapi,
meskipun luas wilayah pertaniannya relatif sempit, Jepang ternyata mampu
menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. Hal ini dipengaruhi oleh
kesuburan tanah dan kemampuan sumber daya manusia dalam mengolah dan berinovasi
di bidang pertanian, terutama dalam pemanfaatan teknologi dalam menciptakan
varietas - varietas baru unggulan, pupuk, alat-alat pertanian dan obat-obatan.
Kemajuan pertanian di Jepang didukung oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Lahan pertaniannya terdiri atas
tanah vulkanis yang subur.
2. Pertanian dikerjakan secara intensif
danmekanis dengan sistem hidroponik.
c.
Perancis
Perancis
adalah sebuah Negara yang terletak di Eropa Barat, berbatasan dengan teluk
biscaye di sebelah barat, selat Inggris (La Manche) di Utara, Belgia, Jerman,
dan Swiss di Timur, Spanyol, Andora, Monako, dan Laut Tengah di Selatan, serta
Italia di Tenggara. Perancis terkenal dengan dunia adibusananya (fashion),
roti, anggur, musik, kereta api, super cepat TGV, dan resor-resorskinya di
Pengunungan Alpen, dekat perbatasan Swiss. Orang Perancis juga sangat bangga
dengan bahasanya sehingga merekahampir tidak mau berbahasa asing lain di
negerinya. Perancis salah satu dari 3 negara penghasil produk pertanian
terbesar di Uni Eropa bersama Inggris dan Jerman.
2.7
Tarif dan Kuota
Tarif
Tarif adalah hambatan perdagangan berupa penetapan
pajak atas barang-barang impor. Apabila suatu barang impor dikenakan tarif,
maka harga jual barang tersebut di dalam negeri menjadi mahal. Hal ini
menyebabkan masyarakat enggan untuk membeli barang tersebut, sehingga
barang-barang hasil produksi dalam negeri lebih banyak dinikmati oleh
masyarakat.
Tarif dapat difenisikan sebagai pajak atu cukai yang
dikenakan pada suatu komoditi yang diperdagangkan dalam hal ini yang diimpor
dan diekspor. Pembebanan pajak inidiberlakukan terhadap produk-produk yang
melewati batas-batas Negara.
Macam-macam
Penentuan Tarif, yaitu:
1. Bea Ekspor
(export duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut
menuju negara lain (di luar costum area).
2. Bea Transito
(transit duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang
melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang tersebut negara
lain.
3. Bea Impor
(import duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang
masuk dalam suatu negara (tom area).
Jenis Tarif:
1. Ad valorem
duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan dalam presentase dari
nilai barang yang dikenakan bea tersebut.
2. Specific
duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan untuk tiap ukuran fisik
daripada barang.
3. Specific ad
valorem atau compound duties, yakni bea yang merupakan kombinasi antara
specific dan ad valorem. Misalnya suatu barang tertentu dikenakan 10% tarif ad
valorem ditambah Rp 20,00 untuk setiap unit.
Sistem Tarif :
1. Single-column
tariffs : sistem di mana untuk masing-masing barang hanya mempunyaisatu macam
tarif. Biasanya sifatnya autonomous tariffs (tarif yang tingginya ditentukan
sendiri oleh sesuatu negara tanpa persetujuan dengan negara lain). Kalau
tingginya tarif ditentukan dengan perjanjian dengan negara lain disebut
conventional tariffs.
2. Double-column
tariffs : sistem di mana untuk setiap barang mempunyai 2 (dua) tarif. Apabila
kedua tarif tersebut ditentukan sendiri dengan undang-undang, maka namanya :
“bentuk maksimum dan minimum”.
3. Triple-column
tariffs : biasanya sistem ini digunakan oleh negara penjajah. Sebenarnya sistem
ini hanya perluasan daripada double column tariffs, yakni dengan menambah satu
macam tariff preference untuk negara-negara bekas jajahan atau afiliasi
politiknya. Sistem ini sering disebut dengan nama “preferential system”.
Jenis-Jenis Tarif Impor
Tarif impor adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi
impor. Tarif impor jika ditinjau dari mekanisme penghitungannya, ada
beberapa jenis tarif, yaitu :
a) Tarif
spesifik (specific tariff). Tarif jenis ini adalah tarif/pajak yang dikenakan
sebagai beban tetap setiap barang yang diimpor (misalnya Rp.100 untuk setiap kg
beras impor).
b) Tarif ad
valorem (ad valorem tariff). Adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka
persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya pembebanan
tarif sebesar 10 % dari nilai setiap kg beras yang diimpor).
c) Tarif
campuran (compound tariff). Adalah gabungan tarif spesifik dan tarif ad valorem.
Misalnya, harga beras impor per kg Rp.1.500, jika jumlah beras impor sebanyak
1000 kg, maka berdasarkan tarif spesifik akan dikenakan sebesar Rp.100 x 1.000
kg = Rp.100.000. Kemudian berdasarkan tarif ad valorem, maka dikenakan sebesar
10 % dari nilai 1000 kg beras, yaitu 10 % x Rp.1.500.000 = Rp.150.000. Dengan
demikian total tarif yang dibebankan sebesar Rp.100.000 + Rp.150.000 =
Rp.250.000.
Dampak tarif
terhadap konsumsi dan produksi dalam negeri
Dampak yang ditimbulkan akibat
pemberlakuan tarif dapat dibahas melalui gambar di bawah ini. Misalkan, negara
A mempunyai fungsi penawaran atas barang x adalah Qs = 1,5P– 5 dan fungsi
permintaan Qd = 70 – P, maka harga keseimbangan di negara A tanpa perdagangan
luar negeri adalah :
1,5P – 5 = 70 – P
2,5P = 75
P = Rp.30/unit; dan Q = 40 unit
Jadi sebelum adanya perdagangan luar negeri harga x di
negara A adalah Px = Rp.30/unit, dan jumlah x yang ditawarkan dan diminta di
dalam negeri sebesar 40 unit. Bila negara A mengadakan hubungan perdagangan
luar negeri tanpa pembebanan tarif, dan harga x di pasar internasional
dimisalkan Px = Rp.10/unit, maka jumlah x yang diminta oleh konsumen negara A
meningkat menjadi 60 unit. Di pihak lain, produsen barang x di negara A hanya
akan menawarkan sebanyak 10 unit pada harga Px = Rp.10/unit, karena tidak mampu
bersaing pada harga tersebut. Dengan demikian jumlah impor negara A atas barang
x sebesar 50 unit (total konsumsi dalam negeri 60 unit dikurang jumlah yang
ditawarkan produsen dalam negeri 10 unit).
Selanjutnya, dimisalkan terhadap
barang x dikenakan tarif sebesar 50 % dari harga per unit, maka harga barang x
di negara A naik menjadi Px = Rp.15/unit, sehingga konsumen negara A mengurangi
permintaannnya menjadi 55 unit. Di pihak lain, produsen negara A pada harga
tersebut menaikkan penawarannya menjadi 17,5 unit. Jumlah impor negara A atas
barang x turun menjadi 37,5 unit (total konsumsi sebesar 55 unit dikurang total
produksi dalam negeri sebesar 17,5 unit).
Berdasarkan ilustrasi di atas tampak
bahwa perdagangan internasional tanpa tarif memberikan keuntungan bagi
konsumen, yaitu dapat mengkonsumsi x dalam jumlah yang lebih banyak, karena
harga yang lebih murah. Di pihak lain, produsen dalam negeri yang tidak mampu
bersaing dengan barang impor mengurangi produksinya (ada sebahagian produsen
gulung tikar). Jadi dampak tarif terhadap konsumsi dalam negeri bersifat
negatif, sedangkan terhadap produksi dalam negeri bersifat positif.
Efek tarif :
Pembebanan tarif terhadap sesuatu barang dapat
mempunyai efek terhadap perekonomian suatu negara, khususnya terhadap pasar
barang tersebut. Beberapa sfek tarif tersebut adalah :
·
Efek
terhadap harga (price effect)
·
Efek
terhadap konsumsi (consumption effect)
·
Efek
terhadap produk (protective/import substitution effect)
·
Efek
terhadap redistribusi pendapatan (redistribution effect)
Effective Rate of Protection
Tarif terhadap bahan mentah akan
menaikkan ongkos produksi. Apabila tarif hanya dikenakan pada barang jadi maka
harga barang tersebut akan naik. Hubungan antara tarif terhadap barang jadi dan
tarif terhadap bahan mentah dapat dinyatakan dengan adanya “effective rate of
protection” yang dinikmati oleh produsen yang memproses barang jadi tersebut.
apabila barang jadi dan juga bahan mentah impor itu dikenakan tarif, maka
effective rate of protection bagi produsen barang tersebut makin tinggi apabila
makin rendah tarif terhadap bahan mentah.
Alasan-
alasan pembebanan tarif
Beberapa alasan yang dikemukakan mengenai pembebanan
tarif ini untuk:
ü Melindungi
tenaga kerja dan produsen dalam negeri
ü Stabilitasi
harga barang
ü Mengurangi
penganggguran dalam negeri.
ü Menghilangkan
defisit neraca pembayaran nasional
ü Memperbaiki
kesejahteraan nasional
ü Mendorong
sector industri dalam negeri untuk bersaing denganprodusen luar negeri.
ü Melindungi
industry penting nasional.
Dari alasan di atas,dapat kita lihat betapa bagusnya tujuan dari
pemberlakuan restriksi tariff ini. Namun pada kenyataannya hal tersebut lebih
bertolak pada kepentingan invidu ataukelompok-kelompok tertentu. Hanya
sekelompok oranglah yang mengalami kejumlah besar keuntungan Alasan lain
diberlakukannya pembebanan tarif adalah:
a. Secara
ekonomis:
1. Memperbaiki
nilai tukar.
2. Infant-industri,
dalam hal ini merupakan perlindungan bagi industri-industri terhadap persaingan
luar negeri.
3. Diversivikasi,
penitikberatan produksi Negara pada satu atau bebrapa barang saja.
4. Employment,
pembebanan tariff akan menurunkan import dan menaikkanproduksi dalam negeri
sehingga akan terbuka banyak lapangan kerja di dalam negeri.
5. Anti dumping
atau penjualan produk keluar negeri dengan harga murah daripadadi dalam negeri.
b. Secara non ekonomis:
1. Pertahanan
nasional.
2. Cita-cita
membangun suatu perekonomin nasional yang tangguh dan mandiri.
3. Perlindungan
terhadap kegiatan-kegiatan tertentu yang mempunyai nilai social budaya yang
ingin dilestarikan.
4. Menunjang
tujuan politik luar negeri tertentu
Kuota
Kuota adalah
hambatan kuantitatif yang membatasi impor barang secara khusus dengan
spesifikasi jumlah unit atau nilai total tertentu per periode waktu. Akan
tetapi, dalam pelaksanaannya ada beberapa pengecualian bagi pemegang lisensi
impor atau yang mempunyai hak-hak istimewa (privileges) yang diberikan
oleh pemerintah untuk diizinkan memasukkan barang ke dalam negeri.
Dampak kebijakan kuota bagi negara
importir :
1.
Harga barang
melambung tinggi,
2.
Konsumsi
terhadap barang tersebut menjadi berkurang,
3.
Meningkatnya
produksi di dalam negeri.
Dampak
kebijakan kuota bagi negara eksportir :
a.
Harga barang
turun,
b.
Konsumsi
terhadap barang tersebut menjadi bertambah,
c.
Produksi di
dalam negeri berkurang.
Adapun kuota dapat di golongkan
menjadi :
1. Kuota Impor yang terdiri dari :
a) Absolute atau unilateral
quota adalah kuota yang besar kecilnya ditentukan sendiri oleh suatu negara
tanpa persetujuan dengan negara lain.
b) Negotiated atau bilateral
quota adalah kuota yang besar kecilnya ditentukan berdasarkan perjanjian
antar 2 negara atau lebih.
c) Tariff quota
adalah
gabungan antara tarif dan quota. Untuk sejumlah tertentu barang diizinkan masuk
(impor) dengan tarif tertentu, tambahan impor masih diizinkan tetapi
dikenakan tarif yang lebih tinggi.
d) Mixing quota yaitu
membatasi penggunaan bahan mentah yang diimpor dalam proporsi tertentu dalam
produksi barang akhir.
2. Kuota
Ekspor, seperti halnya dengan kuota impor, maka ekspor pun dapat dibatasi
jumlahnya.
Kuota ekspor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah yang merupakan barang
perdagangan penting dan dibawah suatu pengawasan badan internasional.
Pembatasan jumlah ekspor ini bertujuan antara lain :
a) Untuk
mencegah barang-barang yang penting jatuh berada di tangan musuh.
b) Untuk
menjamin tersedianya barang di dalam negeri dalam proporsi yang cukup.
c) Untuk
mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian harga guna mencapai
stabilisasi harga.
Perbedaan kuota impor dengan tarif
impor muncul ketika terjadi pergeseran kurva permintaan dari D ke D1, yaitu
fungsi permintaan penjadi Qd = 80 - P. Bila terjadi pemberlakukan tarif sebesar
50 % dari harga semula (Rp.10/unit), maka harga naik menjadi Rp.15/unit, tetapi
pergeseran kurva permintaan dari D ke D1, tidak mengakibatkan kenaikan harga Px
lebih dari Rp.15/unit, namun jumlah permintaan meningkat menjadi 65 unit,
berarti ada tambahan impor sebesar garis terputus-putus b – c sebesar 10 unit.
Bila kuota impor yang dikenakan, maka pergeseran kurva permintaan dari D ke D1,
justru akan menaikkan harga dalam negeri lebih tinggi misalnya menjadi Px =
Rp.20/unit. Oleh karena kuota impor telah ditetapkan sebesar 37,5 unit (garis
tebal a’ – b’), maka dengan adanya pergeseran kurva permintaan dari D ke D1
dengan harga Rp.20/unit jumlah produksi dalam negeri meningkat menjadi 25 unit,
sehingga konsumsi dalam negeri hanya meningkat menjadi 62,5 unit (jumlah
produksi dalam negeri 25 unit ditambah kuota impor 37,5 unit).
Berdasarkan
uraian di atas tampak bahwa perbedaan antara kuota impor dengan tarif impor
adalah kenaikan permintaan pada kasus kuota impor sebesar 37,5 unit dalam
contoh di atas dapat menaikkan harga dalam negeri jauh lebih tinggi bisa
mencapai Px = Rp.20/unit. Kenaikan permintaan dalam kasus tarif impor sebesar
50 % (dengan jumlah impor sebesar 37,5 unit) tidak akan menaikkan harga dalam
negeri lebih tinggi, harga dalam negeri hanya akan naik pada Px = Rp.15/unit.
2.8 Keseimbangan
Perdagangan Internasional
· Pengaruh
Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi
Ekonomi Internasional adalah ilmu ekonomi yang membahas akibat saling
ketergantungan antara negara-negara di dunia, baik dari segi perdagangan internasional
maupun pasar kredit internasional. Dengan adanya perdagangan antar dua atau
lebih negara, tentunya berpengaruh terhadap perekonomian internasional dan
negara-negara yang terlibat secara langsung. Hal ini terlihat dari keseimbangan
ekonomi yang menjadi dinamis sebagai pengaruh bisa keluar masuknya jaringan
internasional dalam domestik negara.
Dapat berdampak baik apabila persaingan di pasar internasional mampu
membawa negara tersebut berpartisipasi sebagai pelaku yang tangguh dalam
perdagangan internasional dengan menyediakan kebutuhan yang mampu bersaing
dalam segala aspek. Namun sebaliknya, jika hanya membawa negara yang terlibat
menjadi bersifat konsumtif tanpa diiringi peningkatan perekonomian dan
pendapatan per kapita masyarakat negara tersebut, cepat atau lambat akan
terjadi keruntuhan ekonomi yang dimulai dari jatuhnya nilai mata uang negara
tersebut.
·
Pengaruh Aspek Internasional
terhadap Keseimbangan Supply dan Demand
Pengaruh aspek internasional dapat kita lihat pada harga, pendapatan
nasional, dan tingkat kesempatan kerja negara-negara yang terlibat dalam aspek
internasional tersebut. Ekspor akan meningkatkan permintaan masyarakat, yaitu
jumlah barang dan jasa yang diinginkan masyarakat didalam negeri. Sebaliknya,
impor akan menurunkan permintaan masyarakat didalam negeri.
Permintaan masyarakat akan mempengaruhi kesempatan kerja dan pendapatan
nasional, dan diantara lain akan tergantung pada besarnya ekspor neto, yaitu
selisih antara ekspor dan impor. Jika pada dasarnya, suatu negara seperti
Indonesia mampu memproduksi dan menyediakan kebutuhan yang memang dibutuhkan
dan secara tetap bersaing dalam perdagangan internasional, maka dapat terlihat
dalam keseimbangan supply dan demand di Indonesia. Jika permintaan akan
kebutuhan yang kita produksi semakin tinggi maka titik keseimbangan supply dan
demand akan semakin bergeser ke tingkat yang lebih tinggi dan kemampuan aspek
produksi akan meningkat seiring berjalannya perubahan tingkat permintaan akan
kebutuhan tersebut. Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan akan kebutuhan
yang kita produksi semakin rendah, maka titik keseimbangan akan semakin
bergeser ke tingkat yang rendah dan berpengaruh buruk pada aspek supply dan
demand negara. Kualitas tingkat produksi dan segala aspek dalam penyediaan
kebutuhan tersebut menentukan akan dibawa kedalam keadaan seperti apa supply
dan demand suatu negara.
Berikut adalah faktor pemicu permintaan/penawaran
dunia:
1.
Pertumbuhan
ekonomi yang terus berlangsung.
2.
Pergeseran permintaan
dunia akibat adanya bantuan luar negeri.
3.
Pembayaran
rampasan perang.
4.
Transfer
pendapatan.
5.
Penerapan
tarif (pajak / cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan
lintas teritorial untuk produk impor / ekspor).
6.
Pemberian
subsidi ekspor.
7.
Keenam
faktor tersebut diatas adalah aspek-aspek yang dapat mempengaruhi keseimbangan
supply dan demand dunia.
·
Pengaruh Aspek Internasional
terhadap Pendapatan Nasional
Pengaruh
aspek internasional terhadap pendapatan nasional dapat ditinjau dari 2 sisi
berikut:
A. Ditinjau
dari sisi Permintaan dan Penawaran
Secara teoritis, keseimbangan ekonomi nasional suatu negara dapat
dirumuskan sebagai suatukeseimbangan antara jumlah barang dan jasa yang
ditawarkan dengan jumlah barang dan jasa yang
diminta.
B. Ditinjau
dari Perhitungan Pendapatan Nasional
Perhitungan pendapatan nasional berdasarkan pendekatan pengeluaran
(expenditure approach) dapat dirumuskan sebagai berikut:
GDP = Y = C
+ I + G + (X – M)
Keterangan:
C (Consumption), I (Investment), G (Government), X (Export) dan M (Import)
· Bila X – M
> 0 maka X > M, ini berarti saldo X neto positif atau posisi neraca
perdagangan luar negeri surplus, sehingga Y naik. Sebaliknya bila X-M < 0
maka X < M, ini berarti saldo X neto ngeatif atau posisi neraca perdagangan
luar negeri defisit, sehingga Y turun.
Dari rumusan tersebut di atas, semakin besar perubahan (X – M), maka
semakin besar pula pengaruh ekonomi internasional terhadap ekonomi nasional
suatu negara. Ini meunjukkan ekonomi negara tersebut semakin terbuka (open
economy).
·
Pengaruh Aspek Internasional
terhadap Aspek Mikro Perusahaan
Suatu perusahaan memegang peranan
penting sebagai pelaku dalam perdagangan internasional. Hal ini tentunya
membawa pengaruh terhadap perusahaan itu sendiri dikarenakan kualitas dan
kuantitas kebutuhan yang diperdagangkan di pasar internasional tergantung pada
perusahaan itu sendiri. Tingkat produksi, kualitas & kuantitas sumber daya,
kemampuan bersaing, dan keadaan perekonomian serta segala aspek yang telah kita
bahas diatas bisa menentukan semua hal yang berpengaruh pada aspek mikro
perusahaan.
Perdagangan internasional juga bisa
membawa suatu perusahaan yang berkecimpung di dalam suatu negara menjadi
perusahaan multinasional yang memiliki jaringan perdagangan yang lebih luas
karena adanya akses ke pasar luar negara tempat dimana perusahaan itu berada.
Campur tangan pemerintah dan segala bentuk kebijakan perdagangan yang datang
dari dalam atau luar negeri juga mampu membuka bahkan menutup kemampuan
perusahaan dalam berperan serta di perdagangan internasional.
Ditinjau dari aspek mikro pengaruh
ekonomi internasional khususnya keuangan internasional dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Perusahaan
memerlukan input baik dari dalam maupun luar negeri, variabel biaya input
adalah P (price) dan Q (quantity), input yang digerakkan secara langsung maupun
tidak langsung akan dipangaruhi oleh fluktuasi kurs valas (forex rate).
2. Sebaliknya
perusahaan akan memasarkan produknya di dalam maupun di luar negeri, variabel
yang menentukan besarnya revenue yang akan diperoleh adalah P dan Q produk yang
dihasilkan dan terjual. Inipun akan dipengaruhi oleh fluktuasi kurs valas
(forex rate).
3. Tingkat
keuntungan atau profit perusahaan akan ditentukan oleh selisih antara total
revenue dan total cost maka secara makro ekonomi baik langsung maupun tidak
langsung, ekonomi dan keuangan internasional berpengaruh terhadap perusahaan.
4. Pengaruh
aspek internasional terhadap aspek mikro perusahaan adalah menganalisa pasar
beserta mekanismenya yang membentuk harga relatif kepada produk dan jasa, dan
alokasi dari sumber terbatas diantara banyak penggunaan alternatif. aspek mikro
perusahaan menganalisa kegagalan pasar, yaitu ketika pasar gagal dalam
memproduksi hasil yang efisien; serta menjelaskan berbagai kondisi teoritis
yang dibutuhkan bagi suatu pasar persaingan sempurna. Bidang-bidang penelitian
yang penting dalam ekonomi mikro, meliputi pembahasan mengenai keseimbangan
umum (general equilibrium), keadaan pasar dalam informasi asimetris, pilihan
dalam situasi ketidakpastian, serta berbagai aplikasi ekonomi dari teori
permainan. Juga mendapat perhatian ialah pembahasan mengenai elastisitas produk
dalam sistem pasar.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pertanian adalah salah satu jenis
kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Sistem pertanian (farming system) adalah pengaturan usaha tani yang
stabil, unik dan layak yang dikelola menurut praktek yang dijabarkan sesuai
lingkungan fisik, biologis dan sosio ekonomi menurut tujuan, preferensi dan
sumber daya rumah tangga. Sistem
pertanian tradisional adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan
tidak memaksimalkan input yang ada.
Pada Pertanian tradisional biasanya lebih ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup para petani dan tidak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
petani, sehingga hasil keuntungan petani dari hasil pertanian tradisional tidak tinggi , bahkan ada yang sama sekali
tidak ada dalam hasil produksi pertanian. Pertanian modern adalah pola
pertanian dengan menggunakan alat-alat canggih dan dengan skala besar. Pertanian modern harus
menggunakan peralatan modern. Aplikasi pertanian modern yang telah terlaksana
seperti pertanian gandum, pertanian padi, pertanian anggur. Pertanian
modern merupakan tulang punggung bagi terwujudnya kedaulatan pangan.
Pertanian modern meliputi pertanian organik, hidroponik,
holtikultura, dll. Metode ini akan dapat membawa keuntungan bagi para petani
dengan banyak cara. Salah satu contoh pertanian modern adalah pertanian
organik.
Produktivitas adalah tingkat produksi yang dapat dihasilkan
seorang pekerja pertahun. Dibandingkan dengan tingkat produktivitas tenaga
kerja di negara maju, tingkat produktivitas tenaga kerja di negara berkembang
masih sangat rendah hal tersebut disebabkan oleh faktor sebagian penduduk
berada di sektor pertanian tradisional yang masih menghadapi masalah
pengangguran terselebung. Produktivitas pertanian tradisional biasanya masih
sangat rendah, karena teknologi dalam kegiatan pertanian masih sangat
tradisional keberadaan pengangguran terselubung yang berarti kelebihan tenaga
kerja di sektor pertanian akan menurunkan lagi produksi rata-rata produktivitas
pekerja.
Perdagangan komoditas pertanian dapat terjadi apabila suatu
negara mengalami kekurangan komoditas pertanian dan negara yang lain memiliki
kelebihan komoditas pertanian yang kemudian melakukan transaksi atas kehendak
sukarela dari masing-masing pihak. Tarif dapat difenisikan sebagai pajak
atu cukai yang dikenakan pada suatu komoditi yang diperdagangkan dalam hal ini
yang diimpor dan diekspor. Kuota adalah hambatan kuantitaif yang membatasi
impor barang secara khusus dengan spesifikasi jumlah unit atau nilai total
tertentu per periode waktu.
Dengan adanya perdagangan antar dua
atau lebih negara, tentunya berpengaruh terhadap perekonomian internasional dan
negara-negara yang terlibat secara langsung. Hal ini terlihat dari keseimbangan
ekonomi yang menjadi dinamis sebagai pengaruh bisa keluar masuknya jaringan
internasional dalam domestik negara.
3.2 Saran
1. Pemasaran
pertanian tidak bisa lepas dari sistem hukum ekonomi bahwa harga suatu produk
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu permintaan pasar, mutu produksi, tingkat
kegunaan/olahan (bahan mentah, setengah jadi, jadi dan siap dikonsumsi). Banyak
upaya yang dilakukan dalam pemasaran pertanian agar harga jual menjadi tinggi
dapat dilakukan dengan cara mengantisipasi harga sebelum tanam, melaksanakan
teknik budidaya secara baik, kemudian penanganan pasca panen yang tepat,
pengolahan hasil, memperpendek rantai hasil pemasaran dengan cara memasarkan
langsung ke konsumen, memasarkan ke grosir atau pabrik dan memasarkan ke
pedagang atau pengumpul.
2. Dengan
mudahnya mengakses informasi inovasi pertanian melalui website (cyber
extension) dan penyuluhan diharapkan petani dapat mudah memperoleh informasi
dalam memasarkan produk-produk pertanian.
3. Sejak lama, Indonesia sudah dikenal
sebagai Negara Agraris. Tetapi kontribusi sector pertanian terhadap pendapatan
nasional dan pendapatan petani semakin menurun. Bahkan, dikalangan keluarga
petani-petani kecil sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, sumbangan
pendapatan yang berasal dari kegiatan on-farm hanya berkisar abtara 20-30$ terhadap
kebutuhan keluarganya. Menghadapi kenyataan tersebut, terdapat alternative
strategi untuk memperbaiki keadaan pertanian di Indonesia,yaitu melalui
“modernisasi pertanian.” Melalui strategi ini, diyakini akan mendorong
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, membuka peluang yang lebih baik untuk
perubahan struktur ekonomi, perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatn
dan kesejahteraan, serta pemerataan, dan kelestarian lingkungan hidup, yang
merupakan ciri-ciri dari pelaksanaan
pembangunan
pertanian yang berkelanjutan.
4.
Semakin diterapkannya sistem
pertanian modern yang berbasis revolusi hijau demi peningkatan produkivitas
pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,
Lincoln. 1999. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN
Irawan.
2002. Pengantar Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPEE-YOGYAKARTA.
http://carapedia.com/pengertian_definisi_pertanian_info2151.html (diakses 21 Maret 2016)
http://jenis-jenismakalahsistempertanian.blogspot.com/2014/01/makalah-pertanian-tradisional.html#(diakses 21 Maret 2016)
http://hutantani.blogspot.com/2014/05/definisi-pengertian-sistem-pertanian-konvensional.html (diakses 21 Maret 2016)
http://www.academia.edu/7643305/MEMBANGUN_PEREKONOMIAN_MELALUI_PENINGKATAN_PRODUKTIVITAS_PERTANIAN_NASIONAL (diakses 21 Maret 2016)
http://kalawedatama.blogspot.com/2011/05/moderenisasi-pertanian.html (diakses 21 Maret 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar