Pemanfaatan
Daerah Penangkapan Ikan (Fishing Map)
peta
yang lengkap dengan atribut-atributnya, sehingga memudahkan penggunaannya
(BROK-DKP, 2007).
Contoh
Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan wilayah Perairan Sumatera
(Sumber: BROK – KKP, 2014).Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) merupakan salah satu produk nyata Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk masyarakat nelayan di Indonesia. PPDPI telah dibuat dan didistribusikan sejak tahun 2000, saat itu masih dilakukan langsung oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Dari awal diproduksi hingga saat ini, PPDPI terus mengalami perkembangan dan perbaikan.
PPDPI itu sendiri adalah salah satu
produk peta tematik kelautan yang memanfaatkan penggabungan data-data parameter
oseanografi (suhu permukaan laut, produktivitas primer, ketinggian permukaan
laut, arus, salinitas) baik data dari satelit oseanografi maupun data-data pada
stasiun pengamatan untuk menganalisa daerah potensi penangkapan ikan. Hal ini
didukung oleh tersedianya fasilitas data-data satelit oseanografi yang bebas
penggunaan dan bersifat near real time. Dan sebagai tambahan, data pengamatan
lapangan dan prediksi seperti data-data meteorologi (kecepatan angin, arah
angin, gelombang laut) oleh Instansi seperti Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG). Pembuatan peta dapat dilakukan secara rutin karena akses data
utama yang near real time salah satunya pada citra Satelit Terra dan Aqua
(MODIS/ Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) oleh Instansi NASA
melalui url berikut(http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/modis/). Pembuatan peta
ini berdasarkan informasi yang didapat dari data oceancolor dari MODIS, data
suhu permukaan laut dari sensor advance very high resolution radiometer
(avhrr), suhu permukaan laut dari sensor amsr and tmi, ketinggian permukaan
laut, klorofil-a, dan kecepatan ketinggian permukaan laut serta data arah dan
kecepatan angin dan gelombang laut. Berdasarkan informasi-informasi dari data
tersebut, dapat diinterpretasikan menjadi daerah penangkapan ikan dan daerah
yang berpotensi menjadi daerah penangkapan ikan. Selanjutnya informasi daerah
penangkapan ikan dan daerah yang berpotensi menjadi daerah penangkapan ikan
tersebut dikemas menjadi suatu bentuk peta yang lengkap dengan
atribut-atributnya, sehingga memudahkan penggunaannya (BROK-DKP, 2007).
Penggunaan
parameter oseanografi untuk menduga keberadaan gerombolan ikan sebenarnya bukan
merupakan sesuatu yang baru dalam penginderajaan jarak jauh (ideraja).
Beberapa Negara maju seperti Jepang dan Kanada telah lama menggunakannya.
Misalkan saja Jepang, pada dekade tahun 1990-an pemerintah Jepang melalui
lembaga terkait telah mengekspose informasi sebaran suhu permukaan laut kepada
khalayak ramai melalui surat kabar harian, lengkap dengan letak posisi lintang
dan bujurnya.
Informasi
tersebut tentu saja sangat berharga bagi Nelayan di Jepang. Dari data
sebaran suhu permukaan laut, nelayan Jepang dapat menentukan posisi daerah
penangkapan ikan. Hal ini dikarenakan mereka sudah terbiasa dan
menghafal betul kisaran suhu optimum yang disukai Tuna dan Cakalang.
Kondisi ini sangat berbeda dengan Nelayan di Indonesia dimana untuk mengetahui
keberadaan gerombolan Tuna dan Cakalang, terlebih dahulu harus mencarinya
melalui tanda-tanda alam berupa adanya burung yang terbang menukik di permukaan
laut, adanya batang kayu yang hanyut, adanya sekumpulan ikan lumba-lumba dan
tanda-tanda alam lainnya. Cara yang sudah agak lebih maju lagi yaitu
dengan menggunakan rumpon laut dalam, namun tentu saja tidak selamanya suatu
rumpon akan terus didatangi oleh gerombolan ikan karena keberadaan
rumpon-rumpon tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan
dimana rumpon itu berada.
Di
Indonesia, teknologi inderaja untuk menentukan daerah penangkapan ikan
baru berkembang setelah Presiden Kyai Haji Abdurrahman Wahid membentuk
Departemen Eksplorasi Laut. Hadirnya departemen ini memberikan dampak
yang luas dalam kegiatan-kegiatan penelitian di bidang kemaritiman. Pada
masa Orde Baru, bidang perikanan laut merupakan bagian dari Departemen
Pertanian sehingga kegiatan penelitian masih terbatas dan tentunya porsi
anggaran yang dialokasikan relative kecil karena terbagi dengan bidang-bidang
lainnya. Seiring dengan perkembangan waktu dan tiada henti-hentinya
melakukan perbaikan-perbaikan, institusi ini berhasil membuat Peta Prakiraan
Daerah Penangkapan Ikan yang tadinya berlaku selama seminggu kini menjadi dua
hari. Suatu kemajuan yang cukup luar biasa dan patut diapresiasi walaupun
prakiraan ini belum menyamai atau sejajar dengan kemajuan Negara Jepang yang
sebelumnya telah berhasil melakukan pendugaan daerah penangkapan ikan yang
berlaku secara harian.
Cara Mengakses Peta PDPI, Global Positioning
System (GPS) dan Alat-Alat Tambahan
Didalam Peta PDPI terkandung informasi
koordinat lintang bujur daerah yang diduga sebagai daerah penangkapan ikan dan
daerah yang diduga berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan. Informasi Peta
PDPI dapat diperoleh/diakses secara gratis melalui internet dari website
Kementerian Kelautan dan Perikanan www.kkp.go.id. Setelah
website-nya dibuka, para pengguna tinggal memilih (klik) konten Aplikasi
Tematik KKP yang didalamnya terdapat beberapa aplikasi tematik termasuk
Peta PDPI. Selanjutnya, para pengguna bisa langsung memilih daerah
penangkapan yang diinginkan.
Dewasa
ini, kemajuan teknologi di bidang informasi dan komunikasi mempermudah
masyarakat dalam berkomunikasi dan mengakses berbagai informasi. Demikian
halnya dalam penggunaan internet, asalkan saja sudah memiliki jaringan telepon
seluler, masyarakat di pedesaan pun dapat mengakses informasi melalui Hand
Phone (HP) yang memiliki fasilitas internet. Ini berarti semakin mudahnya
informasi Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) itu dapat diakses oleh
Nelayan, di samping tidak harus mengeluarkan biaya yang mahal (murah)
untuk mendapatkan informasi tersebut. Jika di suatu daerah belum bisa
mengakses internet, maka dapat meminta bantuan kepada teman, kerabat maupun
keluarga yang berada di tempat lain untuk mencari informasi peta PDPI melalui
internet. Hanya dengan memberitahukan posisi lintang dan bujur kepada
Nelayan, maka letak daerah penangkapan dapat diketahui.
Berbicara tentang posisi lintang dan
bujur, tidak terlepas dari alat navigasi yang digunakan oleh Nelayan. Jika
menggunakan Global Positioning System (GPS) maka titik lintang dan bujur daerah
penangkapan ikan bisa diperoleh secara akurat. Berbeda dengan kompas manual,
posisi lintang dan bujur cenderung mengalami selisih + 2 mil laut dari titik yang sebenarnya
(pengalaman penulis).
Pada
penangkapan ikan yang berskala besar, biasanya digunakan juga alat bantu
penangkapan ikan, seperti fish finder (teknologi akustik kelautan untuk
mendeteksi besarnya gerombolan ikan pada lokasi yang ditunjukkan pada peta zona
potensi ikan) dan fishery sonar (fungsi sama dengan fish finder tetapi
kualitasnya lebih tinggi terutama luasan sudut deteksinya yang mencapai 180
derajat sedangkan fish finder hanya 7-15 derajat), nelayan dapat berputar pada
radius tertentu di sekitar titik tersebut untuk memonitor persebaran ikan dan
menangkap ikan.
Di
akhir tulisan ini, penulis ingin mengajak para pelaku utama, terutama Nelayan
tradisional yang ada di Maluku untuk mencoba memanfaatkan Peta Prakiraan Daerah
Penangkapan Ikan (Peta PDPI) dalam melakukan kegiatan penangkapan Tuna dan
Cakalang sehingga predikat Nelayan Penangkap Ikan benar-benar adanya, bukan
sebagai Nelayan Pencari ikan. Selain itu, tentu saja bukan hanya ingin
menghilangkan predikat di atas, akan tetapi dengan mengetahui posisi daerah
penangkapan ikan melalui Peta PDPI, Nelayan dapat menghemat waktu dan Bahan
Bakar Minyak (BBM) sehingga akan mengurangi biaya operasional penangkapan ikan
…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar